Jun 13, 2011

The Last Tears

Hari ini matahari terbit lebih cerah. Ah, mungkin ini efek dari kejadian 3 hari yang lalu itu. Ya, hari dimana awan kusam itu memutih, langit mendung itu pun hilang. Berlebihan memang, tapi bagiku inilah lembaran baru yang siap untuk ku isi.

Tiga hari yang lalu, tepatnya hari Minggu. Aku yang tak kuat menahan rindu ini segera bergegas mengambil ransel besar yang tak terlalu penuh isinya. Dengan bersepatu kets kuning yang sudah lusuh, aku berjalan menyusuri jalan setapak. Hari ini aku berniat pergi hiking. Aku ingin melenyapkan perasaan sakit yang telah menelanku hidup-hidup sejak sebulan yang lalu. Mungkin hobby ku ini bisa cukup membantu. Sekaligus menghapus rinduku pada hobby ini yang sudah sebulan juga aku tinggalkan. “Semoga hari ini indah..” harapku.

Kurang lebih sudah 1 jam aku berjalan kaki meninggalkan rumah, sebelum akhirnya sampai di tempat berkumpulnya teman-teman satu ekskul yang juga akan berangkat hiking. Sebenarnya hari ini diadakan hiking bersama yang diadakan oleh pengurus OSIS disekolahku, semua ekskul diwajibkan mengirim perwakilannya. Aku terpilih dari ekskulku, beruntung memang.

Perjalanan dimulai. Aku yang memang seorang penyendiri memilih berjalan terpisah dari teman-temanku. Karena bagiku, ketika aku sendiri, disanalah aku mengenal siapa sejatinya diriku. Walau terdengar sedikit ekstrim, tapi aku sangat mencintai saat-saat aku sendirian itu. Langkah demi langkah aku tapaki tanpa sepatah kata pun yang sempat terlontar, dan inilah yang kusebut hidup selama ini.

Andai dia masih disini, mungkin langkah ini tak akan sepi. Andai dia masih disini, ketika aku menunduk aku akan melihat sepasang kaki melangkah senada dengan sepasang kakiku. Andai dia masih disini, mungkin mulut ini tak akan kering termakan kebisuan. Andai dia masih disini…

“Hai Assalamualaikum” tiba-tiba suara asing membuyarkan lamunanku.

“Eh.. hai” akhirnya kebisuanku terpecah.

“Kamu belum jawab salam saya, ya?”

“Ah iya. Waalaikumsalam.” Jawabku tanpa perasaan bersalah. Sebentar lagi pasti dia akan segera berbasa-basi, kenapa jalan sendirian-lah, apa-lah, alah.. mengganggu saja.

Dugaanku sedikit meleset. Aku menunduk, kulihat ada sepasang kaki yang melangkah seirama langkah kakiku. Pelan-pelan ku angkat daguku melihat siapa sebenarnya orang ini.

Saat pandanganku tepat lurus di pandangan matanya, entah mengapa selimut kelabu yang selama ini menyekap hatiku seakan terlepas. Seakan keluar bau harum dari hati yang kukira nyaris mati. Dan yang nyata adalah irama detak jantung yang semakin cepat. Apa yang tiba-tiba membahana di jantung ini?

0 komentar:

Post a Comment