May 7, 2018

Teman?

Masih lekat dalam ingatan, di bulan-bulan pertama perkuliahan berlangsung. Aku yang baru pertama kali merasakan tinggal jauh dari rumah untuk waktu yang lama, masih membutuhkan begitu banyak adaptasi. Hari-hari terlewati dengan hati yang linu karena terlalu rindu. Rindu rumah yang tetap terasa terang benderang saat mati lampu, karena saat itu kita berkumpul mengelilingi lilin, berpisah sejenak dengan teknologi, dan berbicara dari hati ke hati. Entah berapa kali rindu itu mengakar, membuka saluran-saluran untuk mengalirnya air mata. Tumpah ruah membasahi sajadah. Rindu memang se-tidak memberdayakan ini.

Masih juga susah melupakan, kala mulut-mulut kalian dengan jahatnya mencerca aku yang sedikit-sedikit pulang. Yang ada libur pasti pulang. Yang dengan kejam bilang aku itu terlalu buang-buang uang. Sakit yang sudah menganga itu, bagai disiramkan cuka, perih sekali. Kalian tidak pernah tahu betapa berharganya memiliki sayap yang tak lagi sepasang. Padahal, sungguh sepeserpun kalian tidak kurugikan. Aku tak pernah meminta ongkos kepada kalian untuk pulang. Mengapa kalian begitu sibuk melarang-larang? Kalian memang sangat mandiri, hingga seenaknya kalian bilang aku anak mami. Tapi rintangan kita berbeda, kawan. Kalian sungguh tak boleh seenaknya menjustifikasi.

Aku memang gendut, dan hitam. Sudah puas kalian terus mengatakan aku besar? Padahal tak pernah rasanya aku hina postur kalian yang pendek. Tak pernah aku caci wajah kalian yang penuh jerawat. Tak pernah pula aku olok-olok kacamata kalian yang tebal macam nenek-nenek. "Kenapa kamu sakit hati dibilang besar? Kan kenyataannya kamu memang besar.". Sialan. Baru kutahu, selain suara, mulut pun bisa mengeluarkan sampah. Kalau memang begitu menurutmu, cobalah kau ubah presepsi semua manusia di bumi ini yang masih dengan enteng bilang 'Kamu teh cantik, tapi sayangnya gendut!' itu. Coba. Jika kau berhasil, maka jika dihina gendut lagi, aku bersumpah tak akan sakit hati.

Dan untuk kalian yang seenaknya menyamakan aku dengan dugong, tolong kalian bayangkan jika suatu hari kalian punya anak perempuan, yang gendut nun hitam, dan disamakan dengan dugong. Coba bayangkan. Ibu mana yang hatinya tidak sakit, anak yang susah payah dikandungnya 9 bulan, dilahirkannya bertaruh nyawa, disusuinya dengan sabar, dibesarkannya dengan ikhlas, lalu disamakan dengan sapi laut? Sungguh kawan, aku sudah kebal dihina, disamakan dengan binatang, dikatakan besar memenuhi bumi, membuat ban kempes dll. Aku sudah berdamai. Dosaku kalian ambil, aku senang. Namun sungguh, saat suatu hari aku bercerita pada ibuku, aku tak menyangka ia akan berlinangan air mata saat mendengarkan ceritaku ini.

Dan dari situlah aku mulai ragu untuk berteman.

Aku mulai ragu bahwa teman itu betulan makhluk yang ada di muka bumi.

Dan sejak itu, aku tak peduli lagi jika seluruh dunia menjauh. Aku tidak butuh teman yang hanya ada ketika butuh. Seenaknya mengatur dan menyuruh. Bermanfaat itu bagus, tapi kalau mau terus-terusan dimanfaatkan, bukankah itu terlalu naif? I am just an ordinary human being! I can be patient, and in the same time, I also have limit.




Dec 27, 2014

Hikmah Dua Hari tanpa Hape

Hari ini, sudah terhitung hampir dua hari dari hari saat hape saya harus masuk RSH (Rumah Sakit Hape) atau yang lebih dikenal dengan Service Center (yakali, mana ada RSH). Berhubung di kota saya belum ada Service Center buat hape saya, jadi saya harus service ke Bogor yang notabene lagi macet banget karena ada perbaikan jalan dan juga memang lagi libur panjang. Hari itu terpaksa harus bawa mobil pribadi karena kalau naik bus gak tau kapan bakal sampainya. Kalau naik mobil kan bisa lewat jalan alternatif yang belum banyak diketahui orang, hehehe, itu salah satu kebanggaan punya oom seorang Polantas Bogor, jadi tau jalan tercepat menuju Bogor, hihi.

Singkat cerita, kita sudah sampai di Plaza Jambu Dua Bogor. Saya langsung ambil langkah ke eskalator untuk menuju lantai 5 di mana service center berada. Namun, ketika sudah sampai di pertengahan eskalator, ibu saya yang masih di lantai 1 manggil-manggil dan minta saya turun lagi karena ada promo cashback salah satu merk hape, fyi, hari itu juga bertepatan dengan hari di mana adik saya mau dibeliin hape. Padahal maksud saya biar ke service center dulu biar leluasa nyari hape barunya. Tapi apalah daya, perintah ibu adalah perintah ibu, saya pun rela turun lagi ke lantai 1. Yaa, adik saya memang butuh masukan dari saya tentang hape baru sehingga mau ga mau saya harus ngikut dia dulu.

Saat di konter hape yang bersangkutan, saya sempat geram karena hape saya dikatain udah jadul sama si emang empunya konter. Sempet dipanas-panasin juga waktu dia promo fitur hape yang mau dibeli sama adik saya dan nyuruh saya jual hape saya dan beli hape yang lagi dia promoin. Yakali, bung, saya belum jadi konglomerat. Gak lama, si emang promoin kartu paket internet salah satu provider juga. Ternyata provider yang si emang tawarin itu yang pernah saya pake dan koneksinya ga bagus. Pucuk dicinta ulam tiba, saya pun berkesempatan buat manas-manasin si emang dengan bilang "ah, saya juga pernah pake, koneksinya gak bagus" hahaha. Satu sama ya, Mang. Ampun. Saya cuma iseng, Hehehehe.

Setelah selesai transaksi beli hape yang meghabiskan waktu satu jam, saya caw ke lantai 5. Klaim garansi diterima dan hape bakal rampung dibenerin dalam waktu 5-6 jam kemudian. Akhirnya kami memutuskan untuk jalan-jalan saja. Setelah 4 jam berlalu, ibu saya bilang kalau kita harus pulang karena ada pengajian. Ibu bilang biar ibu ambil saja besok ke Bogor naik kereta. Saya pikir, okelah, kalau naik kereta toh ibu gak akan terlalu cape dan gak ngabisin waktu terlalu lama di jalan. Kami pun caw pulang ke Sukabumi.

Sesampainya di rumah, ibuku langsung pergi ke rumah tetangga untuk pengajian. Sedangkan saya bergegas ke stasiun untuk membelikan tiket buat ibu pergi besok. Kenapa gak saya saja yang berangkat? Karena saya ga hapal jalanan Bogor hehehe jadi terpaksa ibu saja yang berangkat. Dalam hal ini saya juga masih takut kalau pergi kemana-mana sendirian. Saya paling takut sama yang namanya 'nyasar', hiii trauma deh.

Maksud hati memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai. Yah, loket stasiun ternyata sudah tutup. Saya pun bergegas ke Indomaret untuk beli tiket, dan ternyata tiket sudah habis terjual sampai tahun baru. Hati saya pun hampa, ini berarti kami harus mengantri tiket kereta sampai tahun baru. Dan ini juga berarti saya ga akan pegang hape sampai tahun baru. Ah, nyes, nyesss, NYEEEEESSSSS rasanya.

Di situ saya menyesal karena kembali dulu ke lantai 1 waktu di plaza tadi. Padahal kalau ke service center dulu, pasti keburu kan. Saya berusaha menahan kesal dan memutuskan untuk bersikap sok cool untuk beberapa hari ke depan.

Dalam ke sok-cool-an saya, saya merasakan ketenangan tersendiri. Saya berpikir, hidup saya kok jauh lebih ringan ya tanpa adanya hape. Saya gak terus-menerus ngajanteng di dapen hape. Saya bisa ngobrol banyak sama nenek, sama ibu, sama semuanya kecuali sama adik yang lagi sibuk sama hape barunya, huaaa :'(

Haaaaah, rasanya ringan dan nikmat. Seperti 8 tahun yang lalu waktu saya belum punya hape. Hidup ringan tanpa syak wasangka. Komunikasi lancar. Dan yang pasti, mata jadi segar karena gak lama-lama menatap layar hape. Sehingga saya pun bilang ke ibu kalau nanti saja ambil hapenya. Lebih lama lebih baik nampaknya. Asal jangan keburu masuk kuliah aja, repot nanti. Hehehhee.

Mencari Cahaya

Jubah yang kau pakai, caramu meraih cinta seperti caramu mencari makanan sehari-hari. Mungkin karena itu, tujuanku selalu kau belokkan pada cahaya. Ke mana setiap orang menuju. Ke mana setiap hati rindu terpaut. Karena kau begitu paham, aku masih tak cukup berdikari mencari. Bahwasanya cinta masih bagai makanan mewah yang jarangkali ku temui.

Bagai musafir buta yang meraba-raba. Musafir kelaparan yang butuh mata lain untuknya melangkah. Setidaknya suara sepatu di lembah jubahmu yang bertepuk berkali-kali dengan lantai.

Aku butuh kesetiaan yang tak mengalah pada peluh, sebelum mataku melihat segalanya dengan jelas. Aku butuh kesinambungan yang tak terputus. Bukan semangat yang partaian, yang lekas meredup sewaktu aku menjadi sedikit tidak menyenangkan.

Dec 25, 2014

Desain Kedua

Taraaaaaaaa~ setelah beberapa tahun yang lalu nge-post hasil desainku yang pertama, hari ini baru nge-post desain lagi, ya bisa dibilang kaleidoskop desainkuh selama satu tahun ini. Cekibrot~

Ini salah satu desain yang pernah di post ke MDC, pake aplikasi inkscape

Yang ini iseng banget bikin pake paintool SAI, pertama kali pake paintool SAI dan sampe sekarang belum pernah pake paintool lagi haha

Ini juga sama, salah satu desain poster yang pernah dikirim ke MDC

Ini bikin pake inkscape jugah, postingan galau nih, maapin haha

Kalau ini yang paling spesial karena paling rumit dan paling lama bikinnya. Bayangin aja, butuh waktu sampe 9 jam buat bikin komik ini, hahaha


Dec 24, 2014

AADCeH (Ada Apa dengan Cerita Hijrahku)

Title inspired by one of my friend Anisa Nurafifah, hihi :D

Sesuai dengan judulnya, dalam postingan ini aku hendak bercerita tentang bagaimana aku berhijrah. Sebelumnya, mari kita berkenalan secara singkat dengan istilah hijrah ini.

Pasti para blogwalker muslim di sini sudah sering betul mendengar kata hijrah, dan setidaknya pasti tahu bahwa hijrah adalah saat di mana kita berpindah dari tempat kita berada ke tempat yang lebih baik. Hijrah dicontohkan pula oleh Rasulullah SAW. Pada saat itu, ketika Rasulullah memulai dakwah secara terbuka (terang-terangan) di Makkah, kaum kafir quraisy pun mulai memberi berbagai macam tekanan, siksaan, dan ancaman yang diarahkan kepada beliau SAW dan pengikut-pengikutnya. Oleh karena itu, Rasulullah memutuskan untuk berhijrah dari Makkah menuju Habsyah, Thaif, dan kemudian Madinah. Sebenarnya di samping alasan itu masih banyak alasan lain yang melatarbelakangi hijrahnya Rasulullah SAW bersama kaum muhajirin ke Madinah. Tentu saja, dari hijrah itu Rasulullah SAW mengharapkan kebaikan bagi ummatnya.

Cerita hijrahku kali ini bukan cerita berpindahnya aku dari suatu kota ke kota lain. Cerita hijrah yang hendak aku bagikan adalah bagaimana aku memulai menghijabkan diri, memulai menutup kepala dan menutup aurat dengan bertahap mengharap dapat menuju kesempurnaan.

Kalau tak salah ingat, saat itu aku kelas 1 SMA. Suatu sore aku sedang khidmat menonton televisi yang sedang jam-jamnya menyiarkan berita (FYI, dulu aku sangat suka nonton berita. Namun semakin lama aku semakin tak suka dengan isi berita yang sudah tak lagi terpercaya, isi berita sudah timpang di sana sini, dan sarat dengan aroma kepentingan suatu kubu). Aku ingat betul pada saat itu adalah segmen terakhir berita yang menyampaikan berita-berita ringan. Salah satu berita yang disiarkan, dan merupakan berita yang punya andil besar dalam hijrahnya seorang Naura Agustina. Berita itu tentang seorang bayi yang tengah berada dalam kereta bayinya yang didorong oleh sang ibu menuju peron stasiun. Sesampainya di peron, si ibu menghentikan laju kereta bayi dan melepaskannya. Si ibu tak sadar bahwa posisi peron stasiun itu miring sehingga ketika melepaskan kereta bayinya, kereta bayi yang masih terdapat bayi di dalamnya itu berjalan sendiri dan terjatuh tepat ke tengah-tengah rel kereta. Pada saat itu juga, di rel yang terdapat kereta bayi tersebut terdapat sebuah kereta api yang melaju kencang, tak sempat orang-orang di sekitar peron berusaha menyelamatkan sang bayi, BLASSSSSSSSSSSSSSSSSS kereta bayi pun tergilas. Aku tersentak bukan main. Mulut menganga, terkejut, ngeri, kasihan, semua bercampur baur pada saat itu. Tapi ternyata, setelah kereta api lewat, kereta bayi masih dalam kondisi baik-baik saja. Setelah diperiksa, sang bayi di dalamnya pun masih hidup dan dalam kondisi baik-baik saja. Satu hal yang aku pahami dari berita ini, bahwa ada kekuatan Maha Dahsyat yang hanya dengan kun fayakun maka segala yang dikehendaki akan terjadi. Kecil sekali probabilitas si bayi itu bisa selamat. Namun ketika Dzat itu berkehendak selamat, maka bayi itu bisa selamat. Saat itu juga aku merasa bahwa Allah itu dekat, amat dekat.

Belum selesai aku memaknai isi berita itu, BHAMMMMMMMMMMMMMMMMMMM! sebuah suara keras terdengar dari depan rumahku, Aku bergegas ke luar rumah, begitu pun ibu dan nenekku. Semua berlari ke luar rumah hendak mencari tahu dari mana suara itu berasal. Ternyata,pada saat itu sebuah mobil sudah dalam posisi menabrak tembok pondasi masjid di depan rumah (masjid di depan rumahku posisinya lebih tinggi daripada jalan, sehingga pondasinya pun tinggi). Kondisi mobil hancur di bagian depan. Setelah diperiksa ternyata mobil tersebut sempat menabrak bagian samping rumahku sehingga tower yang berisi toren air di samping rumahku hancur berantakan. DEG! Hatiku yang baru saja tenang dari tragedi sebelumnya, kini kembali berkecamuk. Sebuah tragedi kecelakaan yang terjadi dekat rumah ini cukup membuat aku merinding tanpa ampun. Oh Tuhan, ternyata kematian pun amat dekat jaraknya. Siapapun di manapun berumur berapapun dapat mati jika memang sudah ajalnya. Harta dan takhta tak dibawa serta ketika mati tiba. Apalah yang dibawa selain amal?

Jauh sebelum hari itu, aku pernah mengikuti suatu tabligh akbar dekat rumah yang membahas tentang siksa bagi seorang wanita yang tak memakai hijab. Salah satu siksanya yaitu digantung dengan rambutnya di neraka, dan banyak lagi siksa yang amat mengerikan lainnya. Entah sudah sekeras apa hati ini, hal itu tak jua membuat aku berkeinginan untuk berubah.

Namun pada sore itu, dua fenomena tersebut berhasil membuat aku jauh lebih mengenal Sang Khalik. Saat itu juga aku tergerak untuk mulai berhijab. Aku tak mau jikalau sampai ajalku tiba, aku masih dalam kondisi belum berhijab. Aku tak bisa lagi menunda, karena aku tahu tak ada satupun manusia yang mampu menjamin bahwa hari esok aku masih berada di muka bumi.

Dec 23, 2014

Melodi Iman

Bismillahirrahmaanirrahiim.
Aku berlindung kepada Allah dari ketidakbermanfaatan tulisan yang aku buat.

Sudah lebih dari sebulan aku tak berkunjung ke sini. Pun sudah lama tidak mengecek pageviews blog-ku. Kemarin terakhir yang ku ingat baru 8000-an viewers yang berkunjung ke blog ini. Dan barusan aku lihat sudah melebihi 14000 pageviews (Oh Tuhan, semoga saja apa yang mereka baca dari tulisan-tulisanku bisa memberi manfaat sekalipun tulisan itu sesungguhnya sedikit maslahatnya. Aamiin).

Aku ingin sedikit bercerita. April yang lalu, aku bergabung di sebuah komunitas dakwah di kampus ini. Jujur saja, bergabung ke komunitas/organisasi bervisi dakwah adalah hal yang paling aku hindari selama ini. Aku pun belum mengerti sepenunya mengapa aku begitu takut untuk berada di lingkungan itu. Apakah karena aku takut akan jadi benalu? Jadi parasit yang hanya menempel dan merugikan, hanya menumpang beken dan merugikan. Apakah karena aku takut berdakwah karena mendakwahkan diri sendiri saja seringkali gagal? Apa?

Waktu dan masa terus bergulir tanpa toleransi. Hari itu salah satu hari di bulan April 2014 (atau Maret ya, lupa) salah seorang temanku mengajakku untuk ikut Dauroh Akhwat. Pada saat itu entah mengapa aku mau saja tanpa banyak berdebat. Padahal biasanya, jika diajak ke forum seperti itu, aku selalu merasa malas dan sedikit takut. Entahlah..

Dan tadaaaaaaa, di sana aku bertemu banyak makhluk berkhimar super panjang. Makhluk-makhluk yang seakan mengeluarkan sebuah atmosfer khusus yang amat menenangkan. Pelukan yang hangat, sambutan yang ramah, senyum yang menawan. Ah mungkin ini yang Cowboy Junior katakan bidadari jatuh dari surga, jatuh tanpa lecet sedikitpun. Ya, atmosfer yang mereka tebarkan itu amat kuat menusuk hingga tulang-belulang. Membuat aku terkesan tanpa ampun. Kalian boleh bilang bahwa tindakanku ternilai cukup gegabah, karena pada saat itu juga aku ingin menjadi 'manusia ajaib' yang bisa menebar atmosfer indah seperti mereka. Saat itu juga aku putuskan untuk bergabung. Tentang berhasil atau tidaknya menjadi manusia ajaib, itu urusan belakangan.

Dimulai dari saat itu, hidupku sedikit banyak mulai berubah. Perlahan namun pasti, aku mulai memanjangkan khimar sesenti demi sesenti. Aku lebih sering mengikuti forum dan majlis ta'lim yang diadakan oleh komunitas dakwah itu. Dan yang paling terasa, di sana aku merasakan fenomena bahwa setiap manusia di komunitas itu punya antena yang memancarkan sinyal, yang kemudian sinyal itu saling bertemu dan berikatan, berikatan begitu kuatnya. Kuatnya ikatan itu seperti simpul mati yang sulit untuk kembali dilepaskan. Mereka menyebut fenomena itu dengan "ukhuwah".

Ukhuwah itu apa? Apa pentingnya? Bukankah dalam beragama Islam yang paling penting adalah iman kita? Oh tidak teman. Kita hanyalah manusia biasa yang memang didesain untuk bisa beriman. Namun kita tak boleh lupa jikalau kita pun didesain untuk bisa merasakan naik turunnya iman kita. Kemudian, apakah kita begitu yakin ketika iman ini dalam posisi sefutur-futurnya, diri kita dapat menolong diri kita sendiri? Kita tak punya jurus kagebunshin yang bisa memperbanyak diri untuk saling mengingatkan satu sama lain ketika dalam kondisi terpuruk, bahkan dalam kondisi melayang sekalipun. Lalu siapa yang mengingatkan kita tatkala kita lupa? Siapa yang membopong kita tatkala kita pincang? Siapa yang membantu membangkitkan kita tatkala kita terjatuh? Merekalah sahabat-sahabat kita yang telah Allah kirim menjadi syariat yang menjaga iman kita agar senantiasa konstan dan agar hati kita senantiasa dekat dengan Sang Maha Pembolak-balik Hati.

After all, poin dari tulisanku yang amat ngaler ngidul ini adalah, bahwa hati terpaut oleh masjid, akan sangat sulit untuk dipisahkan. Tak percaya? Silakan rasakan sendiri sensasinya. Kebahagiaan yang entah bagaimana untuk dapat dituliskan. Dan keyakinan bahwa teman yang baik di era serba canggih ini masih ada.

Jul 22, 2014

Bayi Kecil itu Kini Jadi Mahasiswi Unpad :')

Satu babak baru dalam kehidupanku dimulai. Bukan, yang terpenting bukan aku yang kini kuliah tahun ketiga (oh Tuhan, aku semakin tua T.T). Babak baru yang lebih penting adalah yang dialami oleh adik semata wayangku yang kemarin baru saja bersuka cita karena diterima di kampus impiannya, Farmasi-Universitas Padjadjaran. Duh, sampai sekarang masih saja gemetar setiap menuliskannya, hehe, masih gak percaya atas nikmat Allah yang luar biasa ini.
Jujur saja, meski aku sering bertengkar, beradu argumen, bahkan berebut sepatu dengannya, tapi aku bangga padanya melebihi aku bangga pada diriku sendiri. Begitupun dengan rasa sayangku, hehe. Buktinya, waktu dia gak diterima SNMPTN Undangan (sekarang SNMPTN saja) dan gak diterima PMDK Polban, aku nangis banget. Padahal, dua tahun yang lalu saat aku ditolak SNMPTN Undangan (duh euy) aku cuma nangis 5 menit, itupun nangisnya cuma sesenggukan aja, haha. Dan waktu dia diterima SNMPTN Tulis (sekarang SBMPTN) aku sampai nangis bahagia, padahal dulu waktu aku diterima juga, mukaku datar-datar saja. Entahlah, aku tidak mengonsep ini semua. Segalanya terjadi begitu saja.
Sekarang, adikku lagi sibuk-sibuknya ngurusin ospek. Kok rasanya jadi aku yang deg degan ya. Gimana enggak, aku pikir dia masih terlalu dini untuk mengarungi dunia kuliah karena umurnya yang lebih muda dua tahun dibandingkan teman-teman sebayanya. Bukan hanya itu, karena sehari-haripun dia masih bisa dibilang manja dan labil, amat labil. Ini sungguh membuat aku cemas dan khawatir. Apakah dia bisa bersosialisasi dengan dunia barunya yang lebih, jauh lebih heterogen dibanding dunianya sekarang? Ah, sampai-sampai rasanya aku rela pindah kosan dari Ciwaruga ke Jatinangor dan bulak-balik ke kampus Polban setiap hari. Lebay yah, memang. Secara dia adik satu-satunya. Anggota keluarga yang paling kubanggakan setelah Ayah dan Ibu. Huaaaaa T.T
Tapi apadaya. Rasanya gak mungkin juga kalau aku harus bulak-balik Nangor-Ciwaruga tiap hari, dari ujung ke ujung gitu. Ya sekarang aku cuma bisa berdoa dan percaya sepenuhnya sama adikku. DIA PASTI BISAAAAAAAAAAA!
Btw, postingan ini akhirnya ngambang banget ya. Hahaha. Ya biarlah. Soalnya aku lagi bantuin adikku ngerjain tugas ospeknya nih, haha. Tuhkan benar apa ku bilang. Tugas ospek saja dia masih minta tolong aku T.T. Udah dulu ya, pankapan kita sambung lagi, kalo inget :p

Jul 8, 2014

Bagimu, yang Entah Berada Dimana

Mungkin langit tahu, apa doa kita pernah bertemu dan berpadu disana.

Selamat malam, bagimu yang masih sembunyi di balik tabir pemisah 'kini' dan 'nanti'.
Masih sudikah kamu mencari? Kala aku disini masih selalu menunggumu.
Aku tak pernah tahu wajahmu selama ini. Mungkin kita pernah berjumpa, mungkin kita pernah saling menyapa, mungkin kita pernah saling bicara, bahkan mungkin kita pernah saling memendam rasa.

Aku tak pernah tahu apakah kamu pernah merindu pada seseorang sejenis aku begitu hebatnya. Maafkan aku jika aku pernah merindu pada seseorang sejenismu hingga hampir ku tak kuasa membendungnya.

Kamu, yang masih tersembunyi dalam pecahan masa bertajuk masa depan, bolehkah aku bercerita?

Saat aku mengetikkan ini, sesungguhnya aku sedang merindukan dia yang mungkin sudah tertidur pulas. Dia seorang ahli pembaca surat cinta. Tak pernah jemu satu juz ia lahap dalam satu hari, mungkin lebih. Dia yang datang ke rumahNya di awal waktu, berlomba menempati shaf terdepan.

Tak perlulah kau cemburu, lagipula ia tak pernah tahu....

Tak semua rindu perlu kau ungkap. Tak semua ingin perlu kau raih.
Meski rindu semakin menjadi, kau tetap memalingkan wajahmu saat matamu berjumpa matanya.
Bayi pun merasa lapar, tapi semua tahu bayi tak boleh makan mie pangsit bukan?
Maka bukan tak ingin makan meski lapar. Tapi selalu ada makanan yang lebih baik bagimu.







Please, Just Notice These and Go On!

Satu bulan jackpot kini sudah berlalu sepertiganya. Masih ada dua pertiga lagi yang Tuhan sediakan barangkali sejauh ini kita masih alpa dan lupa.

Bulan ini sudah berlalu sepuluh hari, namun ilmu tentangnya ternyata masih kosong dalam ruang hidup saya. Yang saya tahu hanya bagaimana saya beribadah, memohon dapatkan surgaNya, meminta jauhkan dari nerakaNya. Yang saya tahu hanya bagaimana saya harus menahan lapar dahaga, tanpa dibarengi bagaimana menahan emosi negatif yang seringkali tiba di ubun-ubun untuk kemudian meledak-ledak.

Seperti hari ini, emosi negatif itu benar-benar tak bisa saya bendung lagi. Saya bukan tipikal orang yang menilai sesuatu dari 'kemasan'nya. Namun bagaimanalah jika saya tidak menyukai 'isi'nya, maka sebaik apapun kemasannya, saya tidak akan suka.

Jujur saja, saya paling tidak suka diolok-olok dengan sesuatu yang tidak saya suka. Saya bukan seorang pemarah, namun saya juga bukan seorang penyabar yang tangguh. Saya tidak tahu ada niatan apa di balik perkataan-perkataan olokan yang, jujur saja, sangat mengiris-ngiris hati saya. Meski terkadang saya berhasil ber-positive thinking, tak jarang pula saya gagal.

Saya tahu bahwa fisik saya tidak sempurna, apalagi perangai saya. Saya tahu sikap saya menjengkelkan. Mungkin itu alasan ketika kalian menyandingkan dengan sesuatu yang tidak saya sukai. Bagi kalian yang punya hidup indah dan nyaris sempurna, pikiran itu pasti jauh dari kelu, kelu untuk lagi-lagi menyandingkan saya dengan sesuatu yang saya tak sukai. Sementara saya selalu berusaha menyandingkan kalian dengan sesuatu yang kalian sukai. Bagaimanalah saya tidak kecewa?

Bukankah sudah berulangkali saya jelaskan alasan logis mengapa saya tidak menyukai sesuatu tersebut? Lalu mengapa masih saja kalian membuat saya merasa semakin rendah dan marah?

Apakah tak boleh sesekali saya ingin mendengar kalian menyandingkan saya dengan sesuatu yang saya suka? Atau mungkin di mata kalian saya masih jauh dari pantas untuk berada di posisi itu. Baiklah, tak perlu khawatir. Tak usah kau dengar permohonanku ini. Namun, kali ini saya benar-benar meminta agar kalian diam saja. Tak perlu sandingkan saya dengan apapun karena kalian tak tahu sesakit apa hati saya kemudian.

Mohon maaf. Saya mengerti ketika orang lain marah, kesabaran mereka telah terkalahkan oleh hawa nafsu yang merusak segalanya. Saya mengerti bahwa mereka pun manusia biasa yang kadar kesabarannya kadang terkikis habis oleh amarah yang meraung-raung. Begitupun saya, kadang amarah itu beraksi di luar kendali saya. 

May 29, 2014

Dosa

Rasanya terlalu banyak. Terlalu banyak yang ingin kutulis. Tentang kepantasan. Tentang aib tersembunyi. Atau tentang aku yang masih diselamatkan Tuhan dengan penyembunyian aibku. Bila saja satu aib bisa menimbulkan noda hitam di wajah, mungkin wajahku sudah lebih dari coreng-moreng. Tapi Tuhan Mahatahu dan Mahapaham. Manusia tak sekuat itu dalam menanggung malu.
Entah sudah berapa janji tak ku penuhi. Sudah berapa amanah tak ku banggakan. Sudah berapa ghibah kusebarluaskan. Sudah berapa kata-kata tak guna ku ucapkan. Sudah berapa dosa kulanglangbuanakan. Dan masih saja shalatku tak tumaninah. Dan masih saja waktu terkhusyuk ku biarkan berlalu.
Saat aku tak tahu apakah Tuhan sudah mengampuniku, dengan percaya diri masih ku bangun pagi tak ingat dosa-dosa. Aku dikaburkan dari makna dan kefitrahan cinta. Mulut senantiasa menyimpan cintaMu di takhta teratas, tapi perilaku masih saja suka mendosa. Tertawa dalam berghibah. Senyum picik kala dendam tetrebuskan. 
Terlalu banyak pinta yang kudikte, padahal mungkin pahalaku saja masih bersaing beratnya dengan angin.

Apr 18, 2014

Karena Hidup Tak Sesederhana Itu

Dalam pesona yang terlapis penghalang benderang, aku melihatmu.
Dalam jungkir balik rasa yang sama, penghujung yang kuharap berbeda, pada akhirnya tetap sama.
Sunyi berdurasi telah melempar aku kembali ke ringkih yang semula, kepayahan sebelum semua bermula.
Gradasi harap yang kerap berulang dan bersambung, memekat dan memudar secara berkala.
Jika hidup hanyalah lembar recto dan verso, mungkin setiap jariku sudah geram dan ingin langsung tiba di bab terakhir.
Tapi sayangnya, hidup tak sesederhana itu.

Feb 28, 2014

Fourth Semester

February, also well-known as the shortest month in usual almanac, even when in the leap year. This month almost over, it had reach its latest date. It feel like aaaaaaaaaaaaaaaaa when aware 'bout it. Two days after tomorrow, my major will be continued.
My major...My major...My major...
Frankly speaking, until this single moment, I still temporized there will come a day when I begin to think that I'm not wrong to choose Chemical Engineering as my major.
This is me.
A very common people who through her ordinary life with her indifference way. A people who have no sense of engineering and act like have a heart made of steel to gamely wrestle herself to this what-a-major. Been three semester I've through. And why this decision still feels like at fault every time?

Okay, this incoming fourth semester was not come to be wasted away. Again, this common welcome words in every new semester. Tired of it, tired as well.
La hawlaa walaa quwwata illa billah. No power nor might except from Allah.
Let's be better person who always be in our elegant way to posturing our own decision.
Allah with us.


Jan 5, 2014

Sebuah Pengakhiran

Bukankah kita memulainya dengan baik?

Kalaupun kemarin langit ikut runtuh bersama hatiku, menjadi puing-puing yang tak bisa ku bentuk lagi. Harusnya ada kau yang memegang pundakku erat. Ketika aku hendak tersungkur, harusnya ada kau yang memegang pundakku erat. Tidak seperti kemarin. Kau sibuk dengan hatimu yang (mungkin) runtuh juga. Mengapa kita tidak bersama-sama disini? Meski mesti meratap, bukankah akan lebih baik jika kita ratapi bersama-sama?

Pengakhiran ini memang seharusnya kita nyatakan. Bukan karena hati kita tak bisa lagi mengunit satu dengan lainnya. Tapi waktu belum lepaskan izinnya pada kita. Aku paham itu, dan kau pula.

Tetapi apakah kita tak bisa mengakhirinya sebaik kita memulai kemarin?

n.b: tidak selamanya aku adalah aku

Jan 4, 2014

Maaf, Karena Aku Hanya...

Pernahkah kamu menempatkan dirimu dimana kau hanya mendengar tapi lidahmu kelu tak berkata-kata. Matamu melihat jelas, hatimu tersayat miris, tapi kamu justru diam. Pernahkah kamu mendapatkan dirimu ketakutan, padahal kau tahu tindakanmu adalah benar. Kemudian kamu hanya bisa tercenung dengan kepalan tangan menyangga kepalamu yang terasa makin berat.

Aku bukan malaikat yang diciptakan Tuhan untuk menjadi selalu taat. Tapi aku punya mata-telinga dan tahu bahwa saling mengingatkan adalah kewajiban. Maaf jika kau rasa aku belum pantas membagi setitik kebenaran padamu. Aku memang hanya pendosa yang berkeliaran diatas sekeping dari sejagat lebih nikmat Tuhan.