Sep 22, 2012

"Dongeng" Sebelum Tidur

Lagi-lagi aku sedang berenang, atau tepatnya, berusaha berenang di kolam yang aku pun tak tahu kenapa aku ada disana. Sebuah pecahan memori tiba-tiba saja tersingkap, terbukti tak ada de javu. Yang ada hanya aku, aku, sang pembuat kesalahan yang sama.

Ketika sendi kaki masih mampu menopang, setidaknya aku masih bisa bergerak maju. Walau pelan, setidaknya aku tak berjalan mundur.

Bukan sebuah hal mudah, untuk dikalungi medali emas. Bukan sebuah hal mudah untuk mencapai podium di sebrang. Bukan sebuah hal mudah untuk bertahan dalam rasisme, dalam pengkastaan. Mana yang pintar, mana yang good-looking, ah! Semua pembedaan yang mungkin sanggup membunuhku pelan-pelan.

Sudah cukup mendramatisasi apa yang tak pernah sekalipun disadari.

Pergilah tidur..
Mungkin saja mimpi malam ini bisa sedikit lebih ramah........

Sep 10, 2012

Terpaan Angin Lalu

Hari itu tak kusangka
Kau ada untuk bersama
Mengupas luka dan duka
Merajut kisah dan cinta

Tak sangka! Si ganas pelari cepat datang
Dia waktu yang tak kenal kasih sayang
membiarkan aku terseret melayang
hingga Sisa jejakmu menghilang

Cinta ku tidaklah semu
Rindu ku juga bukan menipu
Sanubariku kini bersatu padu
Menusuk dalam relung kalbu

Satu, dua, tiga, empat, dan lima
Bukan cinta lagi yang bersama
Tapi benci yang tak tau dari mana
Aku bingung mengapa bisa?

Sehingga saat dia kembali
Untuk alasan apa dia datang lagi?
Untuk apa dia tinggal kembali disini?
Kapan dia pergi? Atau akankah ia pergi kembali?

Karya: Rasyida Indriasari, beloved lil sist.

Sep 8, 2012

Berhentilah

Aku tak pernah punya rencana, atau buku-buku catatan to-do-list dalam genggaman. Aku juga tak pernah menginginkan untuk diserupai dengan keledai dungu dalam pepatah, jatuh ke lubang yang sama sampai dua kali. Aku bukan mahkota-mahkota dandelion yang selalu membuntuti angin kemanapun ia berhembus. Jangan kau pikir aku pasrah, aku payah. Kau perlu tahu, sudah ku coba mengelak. Tapi kedua sisi manusiawiku tak hentinya saling bersikukuh. Lalu aku bisa apa?

Aku bukan perwira yang bisa mengambil alih komando kedua sisi manusiawiku sebagai prajurit. Aku punya kendali. Sayangnya, kini baru aku tahu, kendaliku punya batasan. Seringkali bongkah demi bongkah bagian yang dititipi dalam batinku membangkang. Dan disinilah, kendaliku sudah tiba di batasannya.

Sekali lagi berhentilah menyalahkan. Karena bahkan kamu tak sanggup untuk sekadar... mengerti.