Jan 5, 2014

Sebuah Pengakhiran

Bukankah kita memulainya dengan baik?

Kalaupun kemarin langit ikut runtuh bersama hatiku, menjadi puing-puing yang tak bisa ku bentuk lagi. Harusnya ada kau yang memegang pundakku erat. Ketika aku hendak tersungkur, harusnya ada kau yang memegang pundakku erat. Tidak seperti kemarin. Kau sibuk dengan hatimu yang (mungkin) runtuh juga. Mengapa kita tidak bersama-sama disini? Meski mesti meratap, bukankah akan lebih baik jika kita ratapi bersama-sama?

Pengakhiran ini memang seharusnya kita nyatakan. Bukan karena hati kita tak bisa lagi mengunit satu dengan lainnya. Tapi waktu belum lepaskan izinnya pada kita. Aku paham itu, dan kau pula.

Tetapi apakah kita tak bisa mengakhirinya sebaik kita memulai kemarin?

n.b: tidak selamanya aku adalah aku

Jan 4, 2014

Maaf, Karena Aku Hanya...

Pernahkah kamu menempatkan dirimu dimana kau hanya mendengar tapi lidahmu kelu tak berkata-kata. Matamu melihat jelas, hatimu tersayat miris, tapi kamu justru diam. Pernahkah kamu mendapatkan dirimu ketakutan, padahal kau tahu tindakanmu adalah benar. Kemudian kamu hanya bisa tercenung dengan kepalan tangan menyangga kepalamu yang terasa makin berat.

Aku bukan malaikat yang diciptakan Tuhan untuk menjadi selalu taat. Tapi aku punya mata-telinga dan tahu bahwa saling mengingatkan adalah kewajiban. Maaf jika kau rasa aku belum pantas membagi setitik kebenaran padamu. Aku memang hanya pendosa yang berkeliaran diatas sekeping dari sejagat lebih nikmat Tuhan.

Jan 1, 2014

Mata, Tulisan, Wajah

Penulis favoritku, Tere Liye, pernah bilang...
Ketika kita sungguh menyayangi seseorang, maka perasaan itu tidak hanya menetap di hati kita, tapi juga di bola mata kita.
Maka maafkan jika dari mataku kamu melihat keasingan. Karena sungguh aku selalu berusaha menyembunyikannya, andai kau tahu. Maaf jika kau pernah tak sengaja membaca blog dan tumblr ku. Merasakan bahwa tulisan-tulisan itu seringkali tampak kutujukan pada seseorang, benar, itu kamu. Maaf jika kemudian kamu risih dan tak ingin mengenalku lagi. Karena sungguh aku selalu berusaha mengendalikannya, andai kau tahu. Maaf jika ketika orang yang kau harapkan diam dan tak menanggapimu, aku ada dan selalu bersegera menjawab pertanyaanmu, walau sangat mungkin, bukan aku yang kau inginkan untuk menjawabnya. Aku hanya tak ingin kau diabaikan, walau kepedulianku tak menimbulkan banyak arti. Maaf jika wajahku memerah saat kita mesti bertemu. Karena sungguh aku selalu berusaha tenang, andai kau tahu.

Maaf karena usahaku yang selalu gagal. Semoga kau tidak membaca tulisan ini.