May 23, 2013

Aku Harus Berguru pada Ikan

Kadang aku ingin berguru pada ikan. Bagaimana mereka bisa punya daya ingat yang secepat itu? Hanya tiga detik? Rasanya seperti pecah berkeping-keping saat harus mengingat banyak hal yang terlalu pedih untuk diingat. Tapi apalah daya, ingatanku bekerja berkali-kali lipat durasinya daripada ikan. Sisi manisnya, aku masih bisa mengingat semua hal, tentangmu, yang bisa membuatku masih tersenyum.

Aku percaya bertemu kamu adalah takdirku, mungkin takdirmu juga. Aku percaya setiap momen obrolan kita adalah takdirku, mungkin takdirmu juga. Takdir yang selalu kupedulikan, tapi mungkin tak sekalipun pernah kamu sekadar sadari.

Knowing there's someone else have been staying inside your heart is the worst fact lately.

Kesabaranku memang tak berbatas. Dan kesanggupanku masih bisa mengatasi semua ini.

Tapi, ingatanku tentang kamu yang selalu manis, sebelum ini, sudah cukup untuk menguapkan semua senyum. 

Aku harus berguru pada ikan.

May 10, 2013

Kau Tak Akan Kehilangannya

Kini aku malu pada mega yang memerah. Yang selalu ku tatap saat memintamu menetap. Yang selalu ku tatap saat kau memilih untuk pulang lebih dulu. Seharusnya aku telah tersadar sejak itu, bahwa bukan aku yang terpenting.

Kini aku malu pada kicau burung saat hari dimulai. Yang selalu kupinta izinnya untuk melukis wajahmu pada senjanya. Seharusnya mereka tak pernah izinkan aku. Agar setiap senjanya yang lampau tak menjadi lukisan yang hanya bisa dikenang.

Aku pun malu pada senja. Yang mulai sore itu tak lagi kulukiskan wajahnya. Kudengar lirih ia bertanya, "Mengapa kau berhenti? Aku menyukainya seperti kamu.".

Tenanglah senja,  hanya aku yang akan kehilangannya. Tidak denganmu. Karena sungguh akan ada pelukis lain yang melukis wajahnya pada dirimu. Pelukis beruntung. Pelukis yang lebih indah melukiskannya.

Bukan aku.