Jun 13, 2011

A Mother's Love

Panas nampaknya belum juga mau sedikit turun. Awan yang biasanya bergantian menghalangi pancaran terik matahari, kini seakan tak berani menentang surya. Peluh sudah membasahi sekujur tubuh Afif. Dengan gontai Afif meninggalkan sekolah. "Hari ini aku pasti mengecewakan ibu lagi" batinnya.

Setiap kali kertas yang dipegangnya tertiup angin, dan tampak dua digit angka yang bertinta merah itu, hati Afif runtuh. Sekuat mungkin Afif membendung airmata yang sepertinya sudah kepenuhan dan siap membanjiri pipi kecoklatannya.

Dari kejauhan sudah tampak wanita berjilbab panjang tengah berdiri di ambang pintu. Muka berkeriputnya tampak sumringah melihat Afif telah pulang. Sesaat setelah menginjakkan kaki di teras rumah tuanya, Afif mengucap salam, suaranya terdengar parau.

"Ada apa anakku? Kamu tampak tak bersemangat? Mengapa? Ceritakan pada Ibu.."

    Ibu, bagaimana aku bisa bersemangat? Aku anak lelaki yang tak bisa Ibu andalkan. Ulangan matematika seperti ini pun, nilaiku sangat jelek. Bagaimana aku bisa jadi anak yang membanggakan Ibu? Bagaimana aku bisa mengukir senyuman di wajah Ibu kelak?


"Ibu, ini.. hasil ulangan matematika kemarin. Aku dapat nilai merah lagi.. Maaf Bu"

"Afif, mungkin gurumu sedang kehabisan tinta biru. Jadi harus menilainya dengan tinta merah.."


***


0 komentar:

Post a Comment