Showing posts with label Friendship. Show all posts
Showing posts with label Friendship. Show all posts

Aug 14, 2012

Aku Hanya Ingin Kau Hidup Lebih Lama

Meja belajar hibah milad delapan tahun yang lalu masih berdiri tegap menopang sahabatku yang terbujur kaku. Sahabat yang jenius, tak pernah tahu apapun tapi selalu tahu. Sahabat yang diam, tak pernah berbuat apapun tapi selalu berbuat. Sahabat yang ramah, tak pernah menyakiti siapapun tapi seringkali menyakiti. Sahabat yang tuli, tak bisa mendengar apapun tapi selalu mendengar.

Seperti aku yang hanya mencari tanpa tahu apa yang sejatinya ku cari. Tampak begitu dungu dan idiot. Sebut saja aku begitu!

Sahabatku terlahir tanpa kaki, tanpa tangan, tanpa mata, tanpa pita suara.. Cacat. Tapi ia tak cacat.

Dia hanya diam dan mati. Namun lebih sering ia terjaga dan beraksi. Tanpa tangan, ia menggenggamku. Tanpa kaki, ia membawaku berlari. Tanpa mata, ia memperlihatkan padaku tentang kekosongan mana saja yang mestinya ku isi. Tanpa pita suara, ia mendongengiku selimpah kisah dramatik yang live happily ever after.

Sahabatku tak lihai dalam mengeluh, walau saban hari menyaksikan aku mengeluh, aku yang dijamin cum laude jika aku menempuh studi siapa yang paling juara dalam mengeluh.

Sahabatku tak pernah kenal soal perasaan, walau (tanpa) mulutnya ia selalu memberiku wejangan tentang apa itu rasa dan bagaimana aku semestinya 'merasakan'.

Sahabatku tak pernah iba melihat aku tergolek lemah diantara derum resah ataupun dilema. Tapi ia selalu sedia mendengar.

Terkadang ia bisa sesak juga. Ia bisa mati juga. Ia bisa membangkang juga.

Tapi dalam hati, kuharap kau selalu bisa hidup lebih lama......




Best regards,

Me who always type on you.

Mar 27, 2012

Ajak Aku, Sahabat

Cukup kehilanganmu..
Kehilangan yang semestinya tak terjadi, karena tak ada yang hilang darimu.
Merindukan kamu yang dulu, yang seharusnya tak terjadi, karena kamu yang sekarang lebih indah untuk dirindukkan.
Kapan aku susul langkahmu?
Mengapa aku selalu diselimuti ragu?
Langkah selanjutnya mungkin mudah, tapi langkah pertama?
Sudikah kau tuntun aku sobat? Sudikah kau paksa langkah pertamaku? Tarik, dorong, atau seret saja aku.
Ajak aku bersamamu agar ku menemukan sekeping hal yang hilang, atau tepatnya, menemukan apa yang belum aku dapat.
Agar kita semua bisa selamanya bergandengan..
Hingga kelak kita memasuki pintu Syurga. Aamiin..

Mar 26, 2012

Beberapa Days Remaining...

Masih soal SMA. Masa-masa labil. Kurang pikir panjang. Yeah, masa-masa iri buat hal yang gak penting sampe hal yang penting. Gak enak banget majasnya... biarin yang penting Min*z ups. Masa yang penuh dengan kejutan yang mengejutkan *pemborosan kata*. Masa penuh penyalahgunaan kata galau. Masa-masa yang dihadapkan pada banyak pilihan. Dari jurusan (SMA) sampai jurusan (kuliah) kecuali jurusan (angkutan kota). Dibuat mumet karena melototin tugas, tapi ngerjainnya enggak. Masa-masa seenaknya buka inbox temen *jangan bilang-bilang yaa* yang penuh dengan sms dari doinya, dan pas buka inbox hp sendiri semuanya sms dari provider *nelen ludah*. Hahaha lucu emang.. Dan yang tragis melankolis sekaligus dramatis, masa-masa ini tinggal beberapa days remaining :'( haaaah. Kalau kuliah nanti...
....akankah ku temui kebahagiaan seperti disini?

Mar 1, 2012

Empat Hari Terakhir

**

“Apakah kamu pernah merasa berada di dalam benteng, Ko?”
“Benteng? Maksudmu benteng pertahanan perang? Pertanyaanmu membuat aku merasa tua.”
“Kenapa?”
“Gak tau. Waktu kau bilang benteng, kesan dikepalaku hanya jaman penjajahan dulu.”
“Kamu kuno.”
“Enak saja.”
“Hahhahaa..” mereka berdua pun tertawa terbahak-bahak.
Tak lama hujan mengguyur, seakan mengusir mereka untuk kembali ke rumah masing-masing.
Malam kian larut, tapi Kiko masih terjaga. Ia kembali teringat atas pertanyaan Fin yang belum ia jawab. Ia bertanya-tanya apa maksud Fin menanyakan apa dirinya pernah merasa berada di dalam benteng.
“Benteng? Kenapa Fin bertanya seperti itu? Kenapa benteng? Dan kenapa aku yang berada di benteng?”
Satu persatu pertanyaan datang memenuhi kepala Kiko, tapi jawabannya tak kunjung ia dapat.
“Ah entahlah. Fin memang wanita aneh, dan selalu aneh.”
Kiko menjatuhkan kepalanya ke bantal. Menatap langit-langit kamar. Dan tertidur.

**

Esoknya Kiko menemui Fin.
“Fin, aku kepikiran benteng!”
“Benteng?”
“Ya, benteng pertanyaanmu.”
“Oh itu.”
“Maksudmu benteng apa?”
“Ya benteng saja. Apa kamu pernah merasa berada di dalam benteng?”
“Belum.”
“Selesai. Aku hanya butuh jawaban itu.”
“Untuk apa?”
“Untuk jawaban pertanyaanku.”
“Hah.. Kamu memang aneh dan selalu aneh.”
“Ayo kita pergi!”
Ternyata Fin mengajak Kiko ke taman bunga.
“Untuk apa kau ajak aku ke sini?”
 “Untuk diam.”
Kiko tersentak. Ia bagai terbius oleh perkataan Fin. Seketika saja ia pun diam. Kiko melayangkan pandangannya ke setiap penjuru taman. Yang ia lihat hanya bunga. Kiko tidak begitu menyukai untuk berada di tempat seperti itu.
“Aku tak suka bunga, Fin.”
“Tutup saja matamu.”
Kembali Kiko hanya terdiam mendengar kata-kata Fin. Setengah jam berlalu..
“Sekarang kita pulang saja.” Ajak Fin.
“Seharusnya kau mengatakannya tiga puluh menit lebih awal, Fin.” Kata Kiko sambil mencubit tangan Fin.
“Besok kita berpetualang ke bukit itu ya, Ko.”
“Siap Bos! Tapi..”
“Ayolah.”
“Ok.”

**

Sesuai permintaan Fin kemarin, sekarang mereka sedang bersiap pergi berpetualang. Mereka pergi ke bukit yang sering digunakan anak-anak pramuka daerah tersebut untuk petualangan.
“Ini baru aku suka, Fin. Tapi bukannya kau tak suka naik gunung?”
“Ya. Tapi kau suka, kan?”
“Ah kamu memang aneh. Dan selalu aneh.”
Mereka pun melanjutkan perjalanan mendaki bukit. Kiko tampak begitu menikmati perjalanan ini.
Matahari sudah mulai condong ke barat. Sudah tiba saatnya bagi mereka kembali ke rumah. Walaupun sebenarnya pendaki bukit tersebut hari itu bukan hanya mereka, tetap tak baik seorang lelaki dan wanita berdua di atas bukit hingga sore. Mereka memutuskan untuk segera kembali pulang.
“Bagaimana kalau besok kita ke pantai Ko?”
“Hmm oke. Aku setuju.”

**

Seperti perjanjian mereka sebelumnya, hari ini mereka akan pergi ke pantai. Pantai yang terkenal paling indah di daerah itu.
Sesampainya disana Kiko langsung berenang, sedangkan Fin memilih untuk duduk di atas pasir putih sambil menandang indahnya pesona garis cakrawala. Ia terdiam, melamun melihat hamparan laut. Karena memang hanya itu, hal yang paling ia suka saat ke pantai.
“Hai Fin. Ayo berenang.”
“Tidak. Aku disini saja.”
“Ah kau ini. Aneh dan selalu aneh!”
Fin hanya tersenyum simpul. Dan segera kembali ke lamunannya. Fin bagai menemukan dunianya saat tercenung menatap lautan luas.
Saat matahari sudah mulai berwarna oranye. Mereka kembali ke rumah.

**

Esok paginya, Kiko bangun seperti hari-hari biasanya. Namun ada yang berbeda dengan meja tempat makannya hari ini. Ada sepucuk surat tergeletak di samping piringnya.
“Ini surat dari siapa, Ma?” tanya Kiko pada Mamanya.
“Itu surat dari Fin, tadi pagi ia mengantarnya kesini.” Jawab Mamanya.
“Tumben sekali dia menulis surat.”
“Baca saja dulu. Siapa tahu penting. Tadi pagi ia terlihat begitu terburu-buru. Raut mukanya juga seperti sedang sedih gitu, Ko.”
“Kalo gitu Kiko ke kamar dulu deh Ma.”
Kiko berlari menaiki anak tangga rumahnya dan segera masuk ke kamar. Ia duduk di atas kasur dan perlahan-lahan membuka surat dari Fin.

Teruntuk Kiko, my bestie ;)
Maafkan aku tidak memberitahu kamu bahwa mulai hari ini aku pindah ke LN. Ayahku bekerja disana sekarang, sehingga aku sekeluarga harus ikut. Sebagai permohonan maafku, empat hari terakhir ini, aku ajak kau mempelajari persahabatan kita selama ini.
Aku bertanya padamu tentang benteng. Kenapa benteng? Benteng itu tempat yang kuat dan kokoh, Ko. Apa kamu pernah merasa berada di dalam benteng? Apakah kamu merasa pernah berada dalam sesuatu yang membuat kamu merasa terlindungi? Aku pernah Ko. Dan benteng itu kamu. Sahabat yang selama ini selalu ada di samping aku.

Lalu apa kamu tahu kenapa aku ajak kamu ke taman bunga? Taman bunga adalah hal yang aku sangat suka, dan kau tidak suka. Tapi kita tetap melaluinya bukan? Itu bukti kau mau menerima aku beserta kekurangan-kekurangan yang ada padaku.

Lalu apa kamu tahu kenapa aku ajak kamu naik gunung? Naik gunung adalah hal yang sangat kau suka, dan aku tidak suka. Tapi kita tetap menjalaninya bukan? Ini bukti aku mau menerima kamu beserta kekurangan-kekurangan yang ada padamu.

Lalu apa kamu tahu kenapa aku ajak kamu ke pantai di hari terakhir? Pantai adalah tempat yang kita berdua sukai.Tapi kita berbeda. Kau suka berenang disana sedang aku suka melamun disana. Itulah  tanda bahwa kekuranganmu dan kekuranganku akhirnya akan bersatu menjadi sebuah kesempurnaan.

Salam manis dari temanmu yang memang aneh dan selalu aneh,
Fin

Tak terasa air mata Kiko tak tertahan lagi dan akhirnya terjatuh. Ia tak pernah menyangka Fin yang kemarin masih berangkat ke pantai bersamanya kini telah pergi jauh dan entah kapan akan kembali.

Jan 20, 2012

Tentang Tangis Rindu

Suatu event yang paling disorot oleh mata-mata yang haus akan seni.
Keindahan seni, keunikannya, dan kreatifitas. Warna-warna pengisinya.
Kami adalah kerumunan kecil, yang mencoba mengadu nasib.
Semacam mencoba peruntungan, di masa-masa terakhir di masa-masa yang katanya terindah.
Bukan hal mudah untuk menyatukan 36 kepala menjadi suatu harmoni.
Tapi dengan pita-pita suara yang harus sering menegang, kita terus coba.
Semua hal terbaik kita coba untuk persembahkan.
Untuk satu kata. Terakhir.

Hingga saat-saat yang paling membuat hati kami berdebar.
Hal yang membuat batas antara ragu dan yakin semakin tipis.
Akhirnya tiba...

Semuanya berjalan..
Tak seindah bagaimana aku mencipta imaji dalam benak.

Terbesit suatu rasa iri yang dahsyat.
Ketika mengintip bagaimana yang lainnya bisa memberi sesuatu yang total.
Aku begitu terpuruk, mungkin juga mereka ber-tigapuluhlima.
Kecewa yang luar biasa seakan meluluhlantakkan khayal akan akhir yang sempurna.

Tapi saat kembali, aku lihat kedalam diriku.
Ada hal yang tersembunyi diantara kumpulan kecewa.
Dimana rasa syukur yang hilang??

Sungguh inilah satu hal yang seharusnya tidak hilang.
Satu hal yang bisa jadi jembatan agar selamat dari derasnya rasa kecewa.

Betul saja..
Tidakkah aku lihat rencana indah apa dibalik semua keterpurukan ini?

Lihatlah.. betapa Allah begitu menyayangiku.

Bukankah hal yang indah akan jadi sebuah kenangan yang ketika diingat-ingat akan membuat tetes airmata terjatuh?
Lalu tak terbayangkan kah olehku jika saja persembahan tadi terkubur jadi sebuah kenangan indah?
Yang suatu saat akan meluap.
Mencipta rasa rindu yang dahsyat.
Lalu aku akan menangis?

Mereka ber-tiga puluh lima adalah perkumpulan terbaik yang pernah mengisi masa-masa sekolahku.
Mereka adalah orang-orang terbaik yang pernah memasuki ruangan kehidupanku.
Dan mereka adalah orang-orang yang akan paling aku rindukan ketika nanti mereka tak ada disampingku lagi.

Mungkin inilah jalan terbaik.
Dan mungkin memang lebih baik begini.
Agar mengurangi rasa sakit..
Dalam tangisan rinduku pada mereka nanti..

I love you all as always, Cenat-Cenut Ipa Opat.

Sep 11, 2011

Setia

Bisa jadi seperti itu. Mungkin tak pantas? Atau.. ah pentingkah.

Yang dia tahu dari runtutan balada ini, hanya awal yang manis. Dan sekarang? Apa yang ada sekarang? Umpamakan dia buah durian, mungkin tinggal durinya. Kurasa kulit durian masih baik-baik saja saat 'ditinggal' di tempat sampah. Tapi dia manusia, bukan kulit durian.

Kisah pertemanan yang ku kira sadis. Bagaimana bisa mereka melupakannya? Hatinya pernah berkata padaku bahwa dia sayang mereka, sangat sayang. Sebagai orang terdekat yang dia kira akan jadi orang-orang terbaik dalam hidupnya. Orang-orang yang tertawa saat dia tertawa. Orang-orang yang tanpa diminta, akan bersedih saat dia berduka. Orang-orang yang akan menangis ketika dia masuk lahatnya.

Dan kenyataannya mereka memang tertawa saat ia tertawa. Tapi mereka tetap tertawa.. terus tertawa ketika hatinya sesak. Ketika pilu merundungnya.

Aku pernah mendengar suara lirih dari balik bilik peraduannya. "Lalu kapan aku mengenal sebuah kesetiaan?" "Tertawalah bersamaku, menangislah bersamaku.." "Aku hibur kau saat kamu sedih. Kau hibur aku saat aku rasakan yang sama." "Jangan tertawa saat aku menderita."

Hingga sekarang masih terus ku dengar..