Dec 24, 2014

AADCeH (Ada Apa dengan Cerita Hijrahku)

Title inspired by one of my friend Anisa Nurafifah, hihi :D

Sesuai dengan judulnya, dalam postingan ini aku hendak bercerita tentang bagaimana aku berhijrah. Sebelumnya, mari kita berkenalan secara singkat dengan istilah hijrah ini.

Pasti para blogwalker muslim di sini sudah sering betul mendengar kata hijrah, dan setidaknya pasti tahu bahwa hijrah adalah saat di mana kita berpindah dari tempat kita berada ke tempat yang lebih baik. Hijrah dicontohkan pula oleh Rasulullah SAW. Pada saat itu, ketika Rasulullah memulai dakwah secara terbuka (terang-terangan) di Makkah, kaum kafir quraisy pun mulai memberi berbagai macam tekanan, siksaan, dan ancaman yang diarahkan kepada beliau SAW dan pengikut-pengikutnya. Oleh karena itu, Rasulullah memutuskan untuk berhijrah dari Makkah menuju Habsyah, Thaif, dan kemudian Madinah. Sebenarnya di samping alasan itu masih banyak alasan lain yang melatarbelakangi hijrahnya Rasulullah SAW bersama kaum muhajirin ke Madinah. Tentu saja, dari hijrah itu Rasulullah SAW mengharapkan kebaikan bagi ummatnya.

Cerita hijrahku kali ini bukan cerita berpindahnya aku dari suatu kota ke kota lain. Cerita hijrah yang hendak aku bagikan adalah bagaimana aku memulai menghijabkan diri, memulai menutup kepala dan menutup aurat dengan bertahap mengharap dapat menuju kesempurnaan.

Kalau tak salah ingat, saat itu aku kelas 1 SMA. Suatu sore aku sedang khidmat menonton televisi yang sedang jam-jamnya menyiarkan berita (FYI, dulu aku sangat suka nonton berita. Namun semakin lama aku semakin tak suka dengan isi berita yang sudah tak lagi terpercaya, isi berita sudah timpang di sana sini, dan sarat dengan aroma kepentingan suatu kubu). Aku ingat betul pada saat itu adalah segmen terakhir berita yang menyampaikan berita-berita ringan. Salah satu berita yang disiarkan, dan merupakan berita yang punya andil besar dalam hijrahnya seorang Naura Agustina. Berita itu tentang seorang bayi yang tengah berada dalam kereta bayinya yang didorong oleh sang ibu menuju peron stasiun. Sesampainya di peron, si ibu menghentikan laju kereta bayi dan melepaskannya. Si ibu tak sadar bahwa posisi peron stasiun itu miring sehingga ketika melepaskan kereta bayinya, kereta bayi yang masih terdapat bayi di dalamnya itu berjalan sendiri dan terjatuh tepat ke tengah-tengah rel kereta. Pada saat itu juga, di rel yang terdapat kereta bayi tersebut terdapat sebuah kereta api yang melaju kencang, tak sempat orang-orang di sekitar peron berusaha menyelamatkan sang bayi, BLASSSSSSSSSSSSSSSSSS kereta bayi pun tergilas. Aku tersentak bukan main. Mulut menganga, terkejut, ngeri, kasihan, semua bercampur baur pada saat itu. Tapi ternyata, setelah kereta api lewat, kereta bayi masih dalam kondisi baik-baik saja. Setelah diperiksa, sang bayi di dalamnya pun masih hidup dan dalam kondisi baik-baik saja. Satu hal yang aku pahami dari berita ini, bahwa ada kekuatan Maha Dahsyat yang hanya dengan kun fayakun maka segala yang dikehendaki akan terjadi. Kecil sekali probabilitas si bayi itu bisa selamat. Namun ketika Dzat itu berkehendak selamat, maka bayi itu bisa selamat. Saat itu juga aku merasa bahwa Allah itu dekat, amat dekat.

Belum selesai aku memaknai isi berita itu, BHAMMMMMMMMMMMMMMMMMMM! sebuah suara keras terdengar dari depan rumahku, Aku bergegas ke luar rumah, begitu pun ibu dan nenekku. Semua berlari ke luar rumah hendak mencari tahu dari mana suara itu berasal. Ternyata,pada saat itu sebuah mobil sudah dalam posisi menabrak tembok pondasi masjid di depan rumah (masjid di depan rumahku posisinya lebih tinggi daripada jalan, sehingga pondasinya pun tinggi). Kondisi mobil hancur di bagian depan. Setelah diperiksa ternyata mobil tersebut sempat menabrak bagian samping rumahku sehingga tower yang berisi toren air di samping rumahku hancur berantakan. DEG! Hatiku yang baru saja tenang dari tragedi sebelumnya, kini kembali berkecamuk. Sebuah tragedi kecelakaan yang terjadi dekat rumah ini cukup membuat aku merinding tanpa ampun. Oh Tuhan, ternyata kematian pun amat dekat jaraknya. Siapapun di manapun berumur berapapun dapat mati jika memang sudah ajalnya. Harta dan takhta tak dibawa serta ketika mati tiba. Apalah yang dibawa selain amal?

Jauh sebelum hari itu, aku pernah mengikuti suatu tabligh akbar dekat rumah yang membahas tentang siksa bagi seorang wanita yang tak memakai hijab. Salah satu siksanya yaitu digantung dengan rambutnya di neraka, dan banyak lagi siksa yang amat mengerikan lainnya. Entah sudah sekeras apa hati ini, hal itu tak jua membuat aku berkeinginan untuk berubah.

Namun pada sore itu, dua fenomena tersebut berhasil membuat aku jauh lebih mengenal Sang Khalik. Saat itu juga aku tergerak untuk mulai berhijab. Aku tak mau jikalau sampai ajalku tiba, aku masih dalam kondisi belum berhijab. Aku tak bisa lagi menunda, karena aku tahu tak ada satupun manusia yang mampu menjamin bahwa hari esok aku masih berada di muka bumi.

Dec 23, 2014

Melodi Iman

Bismillahirrahmaanirrahiim.
Aku berlindung kepada Allah dari ketidakbermanfaatan tulisan yang aku buat.

Sudah lebih dari sebulan aku tak berkunjung ke sini. Pun sudah lama tidak mengecek pageviews blog-ku. Kemarin terakhir yang ku ingat baru 8000-an viewers yang berkunjung ke blog ini. Dan barusan aku lihat sudah melebihi 14000 pageviews (Oh Tuhan, semoga saja apa yang mereka baca dari tulisan-tulisanku bisa memberi manfaat sekalipun tulisan itu sesungguhnya sedikit maslahatnya. Aamiin).

Aku ingin sedikit bercerita. April yang lalu, aku bergabung di sebuah komunitas dakwah di kampus ini. Jujur saja, bergabung ke komunitas/organisasi bervisi dakwah adalah hal yang paling aku hindari selama ini. Aku pun belum mengerti sepenunya mengapa aku begitu takut untuk berada di lingkungan itu. Apakah karena aku takut akan jadi benalu? Jadi parasit yang hanya menempel dan merugikan, hanya menumpang beken dan merugikan. Apakah karena aku takut berdakwah karena mendakwahkan diri sendiri saja seringkali gagal? Apa?

Waktu dan masa terus bergulir tanpa toleransi. Hari itu salah satu hari di bulan April 2014 (atau Maret ya, lupa) salah seorang temanku mengajakku untuk ikut Dauroh Akhwat. Pada saat itu entah mengapa aku mau saja tanpa banyak berdebat. Padahal biasanya, jika diajak ke forum seperti itu, aku selalu merasa malas dan sedikit takut. Entahlah..

Dan tadaaaaaaa, di sana aku bertemu banyak makhluk berkhimar super panjang. Makhluk-makhluk yang seakan mengeluarkan sebuah atmosfer khusus yang amat menenangkan. Pelukan yang hangat, sambutan yang ramah, senyum yang menawan. Ah mungkin ini yang Cowboy Junior katakan bidadari jatuh dari surga, jatuh tanpa lecet sedikitpun. Ya, atmosfer yang mereka tebarkan itu amat kuat menusuk hingga tulang-belulang. Membuat aku terkesan tanpa ampun. Kalian boleh bilang bahwa tindakanku ternilai cukup gegabah, karena pada saat itu juga aku ingin menjadi 'manusia ajaib' yang bisa menebar atmosfer indah seperti mereka. Saat itu juga aku putuskan untuk bergabung. Tentang berhasil atau tidaknya menjadi manusia ajaib, itu urusan belakangan.

Dimulai dari saat itu, hidupku sedikit banyak mulai berubah. Perlahan namun pasti, aku mulai memanjangkan khimar sesenti demi sesenti. Aku lebih sering mengikuti forum dan majlis ta'lim yang diadakan oleh komunitas dakwah itu. Dan yang paling terasa, di sana aku merasakan fenomena bahwa setiap manusia di komunitas itu punya antena yang memancarkan sinyal, yang kemudian sinyal itu saling bertemu dan berikatan, berikatan begitu kuatnya. Kuatnya ikatan itu seperti simpul mati yang sulit untuk kembali dilepaskan. Mereka menyebut fenomena itu dengan "ukhuwah".

Ukhuwah itu apa? Apa pentingnya? Bukankah dalam beragama Islam yang paling penting adalah iman kita? Oh tidak teman. Kita hanyalah manusia biasa yang memang didesain untuk bisa beriman. Namun kita tak boleh lupa jikalau kita pun didesain untuk bisa merasakan naik turunnya iman kita. Kemudian, apakah kita begitu yakin ketika iman ini dalam posisi sefutur-futurnya, diri kita dapat menolong diri kita sendiri? Kita tak punya jurus kagebunshin yang bisa memperbanyak diri untuk saling mengingatkan satu sama lain ketika dalam kondisi terpuruk, bahkan dalam kondisi melayang sekalipun. Lalu siapa yang mengingatkan kita tatkala kita lupa? Siapa yang membopong kita tatkala kita pincang? Siapa yang membantu membangkitkan kita tatkala kita terjatuh? Merekalah sahabat-sahabat kita yang telah Allah kirim menjadi syariat yang menjaga iman kita agar senantiasa konstan dan agar hati kita senantiasa dekat dengan Sang Maha Pembolak-balik Hati.

After all, poin dari tulisanku yang amat ngaler ngidul ini adalah, bahwa hati terpaut oleh masjid, akan sangat sulit untuk dipisahkan. Tak percaya? Silakan rasakan sendiri sensasinya. Kebahagiaan yang entah bagaimana untuk dapat dituliskan. Dan keyakinan bahwa teman yang baik di era serba canggih ini masih ada.

Jul 22, 2014

Bayi Kecil itu Kini Jadi Mahasiswi Unpad :')

Satu babak baru dalam kehidupanku dimulai. Bukan, yang terpenting bukan aku yang kini kuliah tahun ketiga (oh Tuhan, aku semakin tua T.T). Babak baru yang lebih penting adalah yang dialami oleh adik semata wayangku yang kemarin baru saja bersuka cita karena diterima di kampus impiannya, Farmasi-Universitas Padjadjaran. Duh, sampai sekarang masih saja gemetar setiap menuliskannya, hehe, masih gak percaya atas nikmat Allah yang luar biasa ini.
Jujur saja, meski aku sering bertengkar, beradu argumen, bahkan berebut sepatu dengannya, tapi aku bangga padanya melebihi aku bangga pada diriku sendiri. Begitupun dengan rasa sayangku, hehe. Buktinya, waktu dia gak diterima SNMPTN Undangan (sekarang SNMPTN saja) dan gak diterima PMDK Polban, aku nangis banget. Padahal, dua tahun yang lalu saat aku ditolak SNMPTN Undangan (duh euy) aku cuma nangis 5 menit, itupun nangisnya cuma sesenggukan aja, haha. Dan waktu dia diterima SNMPTN Tulis (sekarang SBMPTN) aku sampai nangis bahagia, padahal dulu waktu aku diterima juga, mukaku datar-datar saja. Entahlah, aku tidak mengonsep ini semua. Segalanya terjadi begitu saja.
Sekarang, adikku lagi sibuk-sibuknya ngurusin ospek. Kok rasanya jadi aku yang deg degan ya. Gimana enggak, aku pikir dia masih terlalu dini untuk mengarungi dunia kuliah karena umurnya yang lebih muda dua tahun dibandingkan teman-teman sebayanya. Bukan hanya itu, karena sehari-haripun dia masih bisa dibilang manja dan labil, amat labil. Ini sungguh membuat aku cemas dan khawatir. Apakah dia bisa bersosialisasi dengan dunia barunya yang lebih, jauh lebih heterogen dibanding dunianya sekarang? Ah, sampai-sampai rasanya aku rela pindah kosan dari Ciwaruga ke Jatinangor dan bulak-balik ke kampus Polban setiap hari. Lebay yah, memang. Secara dia adik satu-satunya. Anggota keluarga yang paling kubanggakan setelah Ayah dan Ibu. Huaaaaa T.T
Tapi apadaya. Rasanya gak mungkin juga kalau aku harus bulak-balik Nangor-Ciwaruga tiap hari, dari ujung ke ujung gitu. Ya sekarang aku cuma bisa berdoa dan percaya sepenuhnya sama adikku. DIA PASTI BISAAAAAAAAAAA!
Btw, postingan ini akhirnya ngambang banget ya. Hahaha. Ya biarlah. Soalnya aku lagi bantuin adikku ngerjain tugas ospeknya nih, haha. Tuhkan benar apa ku bilang. Tugas ospek saja dia masih minta tolong aku T.T. Udah dulu ya, pankapan kita sambung lagi, kalo inget :p

Jul 8, 2014

Bagimu, yang Entah Berada Dimana

Mungkin langit tahu, apa doa kita pernah bertemu dan berpadu disana.

Selamat malam, bagimu yang masih sembunyi di balik tabir pemisah 'kini' dan 'nanti'.
Masih sudikah kamu mencari? Kala aku disini masih selalu menunggumu.
Aku tak pernah tahu wajahmu selama ini. Mungkin kita pernah berjumpa, mungkin kita pernah saling menyapa, mungkin kita pernah saling bicara, bahkan mungkin kita pernah saling memendam rasa.

Aku tak pernah tahu apakah kamu pernah merindu pada seseorang sejenis aku begitu hebatnya. Maafkan aku jika aku pernah merindu pada seseorang sejenismu hingga hampir ku tak kuasa membendungnya.

Kamu, yang masih tersembunyi dalam pecahan masa bertajuk masa depan, bolehkah aku bercerita?

Saat aku mengetikkan ini, sesungguhnya aku sedang merindukan dia yang mungkin sudah tertidur pulas. Dia seorang ahli pembaca surat cinta. Tak pernah jemu satu juz ia lahap dalam satu hari, mungkin lebih. Dia yang datang ke rumahNya di awal waktu, berlomba menempati shaf terdepan.

Tak perlulah kau cemburu, lagipula ia tak pernah tahu....

Tak semua rindu perlu kau ungkap. Tak semua ingin perlu kau raih.
Meski rindu semakin menjadi, kau tetap memalingkan wajahmu saat matamu berjumpa matanya.
Bayi pun merasa lapar, tapi semua tahu bayi tak boleh makan mie pangsit bukan?
Maka bukan tak ingin makan meski lapar. Tapi selalu ada makanan yang lebih baik bagimu.







Please, Just Notice These and Go On!

Satu bulan jackpot kini sudah berlalu sepertiganya. Masih ada dua pertiga lagi yang Tuhan sediakan barangkali sejauh ini kita masih alpa dan lupa.

Bulan ini sudah berlalu sepuluh hari, namun ilmu tentangnya ternyata masih kosong dalam ruang hidup saya. Yang saya tahu hanya bagaimana saya beribadah, memohon dapatkan surgaNya, meminta jauhkan dari nerakaNya. Yang saya tahu hanya bagaimana saya harus menahan lapar dahaga, tanpa dibarengi bagaimana menahan emosi negatif yang seringkali tiba di ubun-ubun untuk kemudian meledak-ledak.

Seperti hari ini, emosi negatif itu benar-benar tak bisa saya bendung lagi. Saya bukan tipikal orang yang menilai sesuatu dari 'kemasan'nya. Namun bagaimanalah jika saya tidak menyukai 'isi'nya, maka sebaik apapun kemasannya, saya tidak akan suka.

Jujur saja, saya paling tidak suka diolok-olok dengan sesuatu yang tidak saya suka. Saya bukan seorang pemarah, namun saya juga bukan seorang penyabar yang tangguh. Saya tidak tahu ada niatan apa di balik perkataan-perkataan olokan yang, jujur saja, sangat mengiris-ngiris hati saya. Meski terkadang saya berhasil ber-positive thinking, tak jarang pula saya gagal.

Saya tahu bahwa fisik saya tidak sempurna, apalagi perangai saya. Saya tahu sikap saya menjengkelkan. Mungkin itu alasan ketika kalian menyandingkan dengan sesuatu yang tidak saya sukai. Bagi kalian yang punya hidup indah dan nyaris sempurna, pikiran itu pasti jauh dari kelu, kelu untuk lagi-lagi menyandingkan saya dengan sesuatu yang saya tak sukai. Sementara saya selalu berusaha menyandingkan kalian dengan sesuatu yang kalian sukai. Bagaimanalah saya tidak kecewa?

Bukankah sudah berulangkali saya jelaskan alasan logis mengapa saya tidak menyukai sesuatu tersebut? Lalu mengapa masih saja kalian membuat saya merasa semakin rendah dan marah?

Apakah tak boleh sesekali saya ingin mendengar kalian menyandingkan saya dengan sesuatu yang saya suka? Atau mungkin di mata kalian saya masih jauh dari pantas untuk berada di posisi itu. Baiklah, tak perlu khawatir. Tak usah kau dengar permohonanku ini. Namun, kali ini saya benar-benar meminta agar kalian diam saja. Tak perlu sandingkan saya dengan apapun karena kalian tak tahu sesakit apa hati saya kemudian.

Mohon maaf. Saya mengerti ketika orang lain marah, kesabaran mereka telah terkalahkan oleh hawa nafsu yang merusak segalanya. Saya mengerti bahwa mereka pun manusia biasa yang kadar kesabarannya kadang terkikis habis oleh amarah yang meraung-raung. Begitupun saya, kadang amarah itu beraksi di luar kendali saya. 

May 29, 2014

Dosa

Rasanya terlalu banyak. Terlalu banyak yang ingin kutulis. Tentang kepantasan. Tentang aib tersembunyi. Atau tentang aku yang masih diselamatkan Tuhan dengan penyembunyian aibku. Bila saja satu aib bisa menimbulkan noda hitam di wajah, mungkin wajahku sudah lebih dari coreng-moreng. Tapi Tuhan Mahatahu dan Mahapaham. Manusia tak sekuat itu dalam menanggung malu.
Entah sudah berapa janji tak ku penuhi. Sudah berapa amanah tak ku banggakan. Sudah berapa ghibah kusebarluaskan. Sudah berapa kata-kata tak guna ku ucapkan. Sudah berapa dosa kulanglangbuanakan. Dan masih saja shalatku tak tumaninah. Dan masih saja waktu terkhusyuk ku biarkan berlalu.
Saat aku tak tahu apakah Tuhan sudah mengampuniku, dengan percaya diri masih ku bangun pagi tak ingat dosa-dosa. Aku dikaburkan dari makna dan kefitrahan cinta. Mulut senantiasa menyimpan cintaMu di takhta teratas, tapi perilaku masih saja suka mendosa. Tertawa dalam berghibah. Senyum picik kala dendam tetrebuskan. 
Terlalu banyak pinta yang kudikte, padahal mungkin pahalaku saja masih bersaing beratnya dengan angin.

Apr 18, 2014

Karena Hidup Tak Sesederhana Itu

Dalam pesona yang terlapis penghalang benderang, aku melihatmu.
Dalam jungkir balik rasa yang sama, penghujung yang kuharap berbeda, pada akhirnya tetap sama.
Sunyi berdurasi telah melempar aku kembali ke ringkih yang semula, kepayahan sebelum semua bermula.
Gradasi harap yang kerap berulang dan bersambung, memekat dan memudar secara berkala.
Jika hidup hanyalah lembar recto dan verso, mungkin setiap jariku sudah geram dan ingin langsung tiba di bab terakhir.
Tapi sayangnya, hidup tak sesederhana itu.

Feb 28, 2014

Fourth Semester

February, also well-known as the shortest month in usual almanac, even when in the leap year. This month almost over, it had reach its latest date. It feel like aaaaaaaaaaaaaaaaa when aware 'bout it. Two days after tomorrow, my major will be continued.
My major...My major...My major...
Frankly speaking, until this single moment, I still temporized there will come a day when I begin to think that I'm not wrong to choose Chemical Engineering as my major.
This is me.
A very common people who through her ordinary life with her indifference way. A people who have no sense of engineering and act like have a heart made of steel to gamely wrestle herself to this what-a-major. Been three semester I've through. And why this decision still feels like at fault every time?

Okay, this incoming fourth semester was not come to be wasted away. Again, this common welcome words in every new semester. Tired of it, tired as well.
La hawlaa walaa quwwata illa billah. No power nor might except from Allah.
Let's be better person who always be in our elegant way to posturing our own decision.
Allah with us.


Jan 5, 2014

Sebuah Pengakhiran

Bukankah kita memulainya dengan baik?

Kalaupun kemarin langit ikut runtuh bersama hatiku, menjadi puing-puing yang tak bisa ku bentuk lagi. Harusnya ada kau yang memegang pundakku erat. Ketika aku hendak tersungkur, harusnya ada kau yang memegang pundakku erat. Tidak seperti kemarin. Kau sibuk dengan hatimu yang (mungkin) runtuh juga. Mengapa kita tidak bersama-sama disini? Meski mesti meratap, bukankah akan lebih baik jika kita ratapi bersama-sama?

Pengakhiran ini memang seharusnya kita nyatakan. Bukan karena hati kita tak bisa lagi mengunit satu dengan lainnya. Tapi waktu belum lepaskan izinnya pada kita. Aku paham itu, dan kau pula.

Tetapi apakah kita tak bisa mengakhirinya sebaik kita memulai kemarin?

n.b: tidak selamanya aku adalah aku

Jan 4, 2014

Maaf, Karena Aku Hanya...

Pernahkah kamu menempatkan dirimu dimana kau hanya mendengar tapi lidahmu kelu tak berkata-kata. Matamu melihat jelas, hatimu tersayat miris, tapi kamu justru diam. Pernahkah kamu mendapatkan dirimu ketakutan, padahal kau tahu tindakanmu adalah benar. Kemudian kamu hanya bisa tercenung dengan kepalan tangan menyangga kepalamu yang terasa makin berat.

Aku bukan malaikat yang diciptakan Tuhan untuk menjadi selalu taat. Tapi aku punya mata-telinga dan tahu bahwa saling mengingatkan adalah kewajiban. Maaf jika kau rasa aku belum pantas membagi setitik kebenaran padamu. Aku memang hanya pendosa yang berkeliaran diatas sekeping dari sejagat lebih nikmat Tuhan.

Jan 1, 2014

Mata, Tulisan, Wajah

Penulis favoritku, Tere Liye, pernah bilang...
Ketika kita sungguh menyayangi seseorang, maka perasaan itu tidak hanya menetap di hati kita, tapi juga di bola mata kita.
Maka maafkan jika dari mataku kamu melihat keasingan. Karena sungguh aku selalu berusaha menyembunyikannya, andai kau tahu. Maaf jika kau pernah tak sengaja membaca blog dan tumblr ku. Merasakan bahwa tulisan-tulisan itu seringkali tampak kutujukan pada seseorang, benar, itu kamu. Maaf jika kemudian kamu risih dan tak ingin mengenalku lagi. Karena sungguh aku selalu berusaha mengendalikannya, andai kau tahu. Maaf jika ketika orang yang kau harapkan diam dan tak menanggapimu, aku ada dan selalu bersegera menjawab pertanyaanmu, walau sangat mungkin, bukan aku yang kau inginkan untuk menjawabnya. Aku hanya tak ingin kau diabaikan, walau kepedulianku tak menimbulkan banyak arti. Maaf jika wajahku memerah saat kita mesti bertemu. Karena sungguh aku selalu berusaha tenang, andai kau tahu.

Maaf karena usahaku yang selalu gagal. Semoga kau tidak membaca tulisan ini.

Dec 31, 2013

Untukmu

Untukmu..
Seorang pangeran yang sudah tertulis sebagai pelengkap setengah agamaku di lauhul mahfuz.
Seorang yang tangguh mempertahankan prinsipnya. Seorang yang kelak menjadi imam shalat tahajjudku.

Untukmu,
Aku hendak memberitahu bahwa aku adalah wanita yang biasa saja. Aku tak sepiawai akhwat-akhwat berkhimar panjang itu dalam memperbaiki diri. Tapi sungguh, aku senantiasa berusaha. Pun aku adalah wanita yang lemah dalam beriman. Tapi aku tahu Tuhan menciptakanmu untuk menguatkan aku kala aku mulai lemah, yang memelukku kala aku mulai terhempas.

Suatu hari nanti, ketika aku sedang dalam kebingunganku, aku tahu ada kamu bersama nasihatmu yang memecah kalut itu. Suatu hari nanti, ketika aku sedang marah, aku tahu ada kamu yang meredam amarahku. Suatu hari nanti, ketika aku berbuat salah, aku tahu ada kamu yang meminta maaf terlebih dahulu. Entah mengapa, dalam imajinasiku, kamu adalah sosok yang sebegitu indahnya..

To be continued.

Nov 6, 2013

Spirit of Java

Solo. Aku bukan hendak bercerita tentang penyanyi yang bernyanyi sendirian, melainkan tentang nama sebuah kota menawan yang begitu tersohor di Provinsi Jawa Tengah.

Suatu hari di bulan Juli 2011.

Jam tanganku menunjukkan pukul 20:00 WIB. Aku, ibu, dan adikku serta beberapa anggota keluarga kami yang lain tengah berdiri di peron statisun Gambir. Menunggu kedatangan kereta yang akan membawa kami ke kota asal almarhum ayahku. Setelah satu jam, kereta yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Ini kali pertama adikku naik kereta. Dia terlihat sungguh bergairah ingin segera mencoba sensasi bertransportasi dengan kereta. Sementara ini kali keduaku. Pertama kali aku naik kereta adalah ketika aku masih balita, saat itu ayahku masih ada dan adikku belum lahir.

Aku dan keluargaku mengisi tempat duduk yang sudah dipesan. Kereta melaju, adikku tak henti-henti memandang keluar jendela, walau sebenarnya tak terlihat apa-apa karena langit sudah gelap. Sementara adikku masih menikmati pengalaman pertamanya naik kereta, aku memilih untuk tidur.

Subuh itu, kereta penumpang Argo Lawu yang kutumpangi tiba di sebuah stasiun. Aku bergegas mengambil koper dan segera turun dari kereta. Aku berjalan menjauhi kereta dan melihat sekeliling. Pandanganku berhenti saat melihat papan nama stasiun ini: Solo Balapan. Ah inikah stasiun yang selama ini hanya aku dengar di lagu Mas Didi Kempot itu? Dan sekarang aku sudah benar-benar menginjakkan kaki di peronnya. Mungkin waktu balita dulu juga aku pernah kesini, tapi aku sama sekali tak ingat.



Sebelum menuju hotel, kami menunaikan sholat Shubuh terlebih dulu di musola Stasiun Solo Balapan. Di seberang musola kulihat ada beberapa lokomotif sedang terparkir. Udara subuh di Solo tak sedingin di kota tempat tinggalku, Sukabumi. Walau begitu, udaranya terasa sangat bersahabat dan terasa tak asing bagiku. Mungkin karena kota ini adalah kota kelahiran ayahku, yang artinya kota ini juga kota asalku walau aku tak terlahir disini. Bisa dimaklumi, karena budaya keturunan di Indonesia sangat kuat.

Seusai solat Subuh, kami memutuskan untuk langsung menuju hotel menggunakan mobil sewaan. Sebenarnya di kota ini ada satu rumah bhulik dan satu rumah pakde ku. Tujuan kami ke kota ini adalah untuk menghadiri pernikahan anak bhulik ku. Karena takut merepotkan empunya acara, kami memutuskan untuk tidak bilang-bilang bahwa kami sudah tiba di kota Solo. Kalau kami bilang-bilang, pasti bhulik ku bakal lebih repot, maka kami memutuskan untuk datang diam-diam dan menyewa kamar hotel sendiri, bukan hotel bintang lima, tapi cukup nyaman dan bersahabat dengan kantong. Di hotel inilah kami beristirahat selama dua malam di kota Solo.

Karena masih lelah, hari ini kami putuskan untuk beristirahat penuh. Pamanku yang ikut di rombongan kami sudah merencanakan untuk jalan-jalan keliling kota Solo esok pagi. Ia bilang, ia akan menyewa angkot untuk satu hari penuh dan kita bebas keliling kota Solo. Aku tak sabar menanti hari esok.

Malamnya, ketika jam makan tiba, anak pamanku yang juga ikut di rombongan mengajak kami untuk makan di warung angkringan pinggir jalan. Katanya, sensasi makannya akan terasa lebih nikmat. Malam itu kami berjalan menyusuri trotoar di pinggir jalan kota Solo. Ah lampu-lampu gemerlapan nan cantik menyinari malam hari di kota. Udara malam yang tidak terlalu menusuk membuat jalan-jalan malam itu terasa hangat dan romantis.

Setibanya di warung angkringan itu, aku melihat banyak menu yang terdengar cukup asing, salah satunya nasi kucing. Aku bertanya kepada pamanku apa itu nasi kucing. Kupikir itu adalah nasi dengan lauk daging kucing, hahaha, dan dugaanku meleset. Ternyata nasi kucing ini adalah nama nasi yang disajikan dalam porsi sangat sedikit, sehingga lebih tampak seperti porsi makan untuk kucing. Nasi kucing ini disajikan dengan berbagai macam lauk pauk, seperti tempe kering, ayam, bandeng, sambel, dan sebagainya. Tapi malam itu aku tidak mencobanya, aku masih janggal dengan namanya sehingga aku lebih memilih untuk makan telor penyet yang ternyata rasanya luar biasa enak. Sungguh indah makan malam ditemani dengan pemandangan lampu-lampu kota Solo yang romantis. Ternyata makan malam romantis tak melulu harus ditemani kekasih hati, ditemani keluarga dan lampu kota juga ternyata tak kalah romantisnya, hihihi.

Esok paginya, seperti yang telah direncanakan, kami pergi berkeliling kota Solo. Pertama-tama kami mengunjungi bekas rumah eyang-ku yang kini sudah berpindah tangan. Sebuah rumah dengan pekarangan tiga kali lebih luas dibanding bangunan rumahnya. Benar-benar sebuah rumah yang ideal untuk ditempati sebuah keluarga. Di kotaku mana ada rumah dengan pekarangan seluas itu. Sayangnya, semenjak ayahku merantau ke Jakarta saat muda dulu, dan kakek-nenekku meninggal, rumah ini sudah tak ada yang mengurus dan diputuskan untuk dijual. Kalau saja saat itu aku sudah ada, aku pasti akan menghalangi ayahku menjual rumah ini. Tapi ya sudahlah, mungkin memang sudah seharusnya rumah ini dijual.

Selepas dari (bekas) rumah kakek, kami pergi ke Keraton Solo alias Keraton Surakarta. Pakde ku pernah bercerita bahwa perbedaan Solo dan Yogya salah satunya adalah kepemerintahan kerajaannya. Kata pakdeku di Yogya adalah keraton Kesultanan dan di Solo adalah keraton Kesunanan. Aku tak begitu paham dengan perbedaan ini. Aku pun belum sempat bertanya lagi kepada pakde.

Angkot sewaan ini melaju menuju keraton Solo. Sebuah keraton dengan mayoritas warna biru langit di temboknya. Sayangnya, kami tak boleh masuk ke dalam keraton dan hanya diperkenankan untuk masuk ke museum kereta kencana. Kereta-kereta kencana di museum ini ada cukup banyak dan sangat indah. Beberapa diantaranya tak boleh disentuh, ketika aku tanya paman mengapa tak boleh disentuh, ia pun tidak tahu, hahaha.

Dengan kereta kencana


Setelah puas berkeliling di keraton Surakarta, kami meneruskan perjalanan ke sebuah pasar yang cukup terkenal di kota Solo. Namanya pasar Klewer. Kata bibiku, pasar ini terkenal dengan batiknya. Disana aku membeli beberapa tas batik yang cantik. Ibuku yang notabene asli Sunda, sedikit kewalahan negosiasi harga dengan penjualnya. Untung saja ada bibiku yang lancar bahasa Jawa. Akhirnya kami mendapatkan tas batik itu dengan harga yang cukup murah. Setelah itu kami membeli enting-enting dan wingko untuk dibawa sebagai oleh-oleh.

Ternyata kami menghabiskan waktu cukup lama di pasar Klewer. Sebelum kembali ke hotel, kami diajak ke warung jamu kaki lima. Aku memesan jamu beras kencur. Setelah kucicipi, ternyata rasa jamunya sangat enak, dan berbeda dengan rasa jamu gendongan di kotaku. Rasanya sangat khas dan wueeennakk. Sampai-sampai aku menghabiskan dua gelas. Jamu yang disajikan dengan es batu itu bisa menjadi minuman yang amat pas untuk menemani siang yang terik di kota Solo.

Setelah lelah berkeliling di keraton dan berbelanja di Pasar Klewer, kami kembali ke hotel. Malam ini akan digelar acara pernikahan sepupuku. Setelah beristirahat, malamnya kami pergi ke pesta pernikahan sepupuku. Lokasinya tidak terlalu jauh dari hotel. Berhubung bhulik ku belum tahu kedatangan kami, bhulik merasa sangat senang dan terkejut melihat kehadiran kami di pestanya. Bhulik sedikit ngambek karena kami datang tanpa bilang-bilang padanya. Malam itu, pernikahan sepupuku berlangsung dengan khidmat.

Seusai pesta, kami kembali ke hotel. Kami harus mengemas barang karena besok kami harus kembali ke Jakarta. Berat rasanya hati ini meninggalkan kota senyaman Solo. Aku berniat untuk begadang menghabiskan quality moment di kota Solo ini. Tapi ibuku mencegahnya, beliau bilang, besok kami sudah harus pulang pagi-pagi sekali. Walau sempat menolak, akhirnya aku menurut.

Pagi yang menyedihkan ini akhirnya datang. Betapa tidak, hari ini kami harus pulang meninggalkan kota yang romantis dan nyaman ini. Berat hatiku untuk beranjak. Tapi apadaya. Kami pun bergegas pergi ke Stasiun Balapan. Kami diantar oleh kakak sepupuku, salah satu anak pakdeku. Tepat jam 8.00 pagi, kereta Argo Lawu, yang dua hari lalu mengantar kami ke kota indah ini, datang dan siap memisahkan aku dan Solo kembali. Aku naik ke peron dan menaiki kereta. Selang beberapa menit kemudian, kereta sudah terisi penuh dan mulai melaju.



Sambil melihat keluar jendela kereta, aku bergumam: “Sampai jumpa kota romantis, the spirit of Java! Semoga suatu hari aku bisa kembali lagi kesini atau bahkan menetap disini. Ke kota yang sungguh memikat dan terpatri di hati. Baru kali ini rasanya aku merasakan jatuh cinta pada sebuah Kota. Solo, I love you to the max!”


Oct 4, 2013

Beda

Masih jelas dalam linimasa sejarah, saat aku seakan gila. Saat aku suka mereka-reka cerita yang sesungguhnya tak ada. Saat aku gemar bercerita, cerita yang disana-sininya kutambahkan versiku sendiri. Menyesal. Menyesal akan begitu banyaknya kamuflase yang aku guratkan sendiri. Begitu banyaknya khayalanku yang bahkan aku tau itu masih bermil-mil jauhnya dari kenyataan. Tapi apalah daya? Dulu aku terlalu angkuh untuk buang muka dari kesemuan. Dulu aku terlalu acuh untuk menoleh pada kenyataan. Dulu aku begitu bodoh untuk terus mengejar fatamorgana yang setiap didekati ia luput. Aku kacau.

Sekarang sesal itu baru tiba di satu fase hidupku yang baru. Aku tak menyalahkan kehadirannya. Aku tahu, dia datang untuk membuatku satu langkah lebih paham.

Kuharap setelah ini tak ada lagi rekaan cerita, tak ada lagi khayalan semu, tak ada lagi berlari-lari mengejar fatamorgana. Kuharap setelah ini aku bertransformasi jadi manusia yang lebih matang. Jadi manusia yang lebih siap hidup dihimpit kenyataan, daripada bersenang-senang hidup di atas andai-andai.