Jun 25, 2013

Untuk Apa Menangis Sekarang

Aku masih tercenung menatap pohon-pohon yang tampak melesat berlarian. Dengan warna dasar biru yang sudah mulai luntur pekatnya. Pecahan memori mengantarkanku pada sebuah potongan cerita saat spidol boardmarker itu menari-nari diatas selembar kertas putih. "Seratus mimpi" katanya. Mimpi harus dicatat, biar tak lupa dan senantiasa jadi penyulut api semangatmu agar berkobar lagi ketika kau dapati ia perlahan padam, katanya.

Satu tetes air mata mengawali jutaan tetes lainnya untuk terjun bebas dari kelenjar lakrimalis. Semua desing peluru itu terlanjur berteriak-teriak dan sulit luput, lubang bekasnya berlalu terlanjur terukir dan sulit lenyap. Jutaan tetes lainnya kemudian kembali terjun bebas.


Ada sesal yang menggema namun enggan keluar. Ada sesal yang menyiksa namun sudah terlalu kunikmati. Karena penyesalan, di belahan semesta manapun, akan selalu datang menyusul.
Untuk apa menangis sekarang?
Karena masa depan penuh teka-teki, dan aku sedang berjalan membawa satu-satunya alat yang bisa membongkarnya; waktu.

1 komentar:

nice post, pemilihan kata kata yang indah :))

Post a Comment