Mar 1, 2012

Empat Hari Terakhir

**

“Apakah kamu pernah merasa berada di dalam benteng, Ko?”
“Benteng? Maksudmu benteng pertahanan perang? Pertanyaanmu membuat aku merasa tua.”
“Kenapa?”
“Gak tau. Waktu kau bilang benteng, kesan dikepalaku hanya jaman penjajahan dulu.”
“Kamu kuno.”
“Enak saja.”
“Hahhahaa..” mereka berdua pun tertawa terbahak-bahak.
Tak lama hujan mengguyur, seakan mengusir mereka untuk kembali ke rumah masing-masing.
Malam kian larut, tapi Kiko masih terjaga. Ia kembali teringat atas pertanyaan Fin yang belum ia jawab. Ia bertanya-tanya apa maksud Fin menanyakan apa dirinya pernah merasa berada di dalam benteng.
“Benteng? Kenapa Fin bertanya seperti itu? Kenapa benteng? Dan kenapa aku yang berada di benteng?”
Satu persatu pertanyaan datang memenuhi kepala Kiko, tapi jawabannya tak kunjung ia dapat.
“Ah entahlah. Fin memang wanita aneh, dan selalu aneh.”
Kiko menjatuhkan kepalanya ke bantal. Menatap langit-langit kamar. Dan tertidur.

**

Esoknya Kiko menemui Fin.
“Fin, aku kepikiran benteng!”
“Benteng?”
“Ya, benteng pertanyaanmu.”
“Oh itu.”
“Maksudmu benteng apa?”
“Ya benteng saja. Apa kamu pernah merasa berada di dalam benteng?”
“Belum.”
“Selesai. Aku hanya butuh jawaban itu.”
“Untuk apa?”
“Untuk jawaban pertanyaanku.”
“Hah.. Kamu memang aneh dan selalu aneh.”
“Ayo kita pergi!”
Ternyata Fin mengajak Kiko ke taman bunga.
“Untuk apa kau ajak aku ke sini?”
 “Untuk diam.”
Kiko tersentak. Ia bagai terbius oleh perkataan Fin. Seketika saja ia pun diam. Kiko melayangkan pandangannya ke setiap penjuru taman. Yang ia lihat hanya bunga. Kiko tidak begitu menyukai untuk berada di tempat seperti itu.
“Aku tak suka bunga, Fin.”
“Tutup saja matamu.”
Kembali Kiko hanya terdiam mendengar kata-kata Fin. Setengah jam berlalu..
“Sekarang kita pulang saja.” Ajak Fin.
“Seharusnya kau mengatakannya tiga puluh menit lebih awal, Fin.” Kata Kiko sambil mencubit tangan Fin.
“Besok kita berpetualang ke bukit itu ya, Ko.”
“Siap Bos! Tapi..”
“Ayolah.”
“Ok.”

**

Sesuai permintaan Fin kemarin, sekarang mereka sedang bersiap pergi berpetualang. Mereka pergi ke bukit yang sering digunakan anak-anak pramuka daerah tersebut untuk petualangan.
“Ini baru aku suka, Fin. Tapi bukannya kau tak suka naik gunung?”
“Ya. Tapi kau suka, kan?”
“Ah kamu memang aneh. Dan selalu aneh.”
Mereka pun melanjutkan perjalanan mendaki bukit. Kiko tampak begitu menikmati perjalanan ini.
Matahari sudah mulai condong ke barat. Sudah tiba saatnya bagi mereka kembali ke rumah. Walaupun sebenarnya pendaki bukit tersebut hari itu bukan hanya mereka, tetap tak baik seorang lelaki dan wanita berdua di atas bukit hingga sore. Mereka memutuskan untuk segera kembali pulang.
“Bagaimana kalau besok kita ke pantai Ko?”
“Hmm oke. Aku setuju.”

**

Seperti perjanjian mereka sebelumnya, hari ini mereka akan pergi ke pantai. Pantai yang terkenal paling indah di daerah itu.
Sesampainya disana Kiko langsung berenang, sedangkan Fin memilih untuk duduk di atas pasir putih sambil menandang indahnya pesona garis cakrawala. Ia terdiam, melamun melihat hamparan laut. Karena memang hanya itu, hal yang paling ia suka saat ke pantai.
“Hai Fin. Ayo berenang.”
“Tidak. Aku disini saja.”
“Ah kau ini. Aneh dan selalu aneh!”
Fin hanya tersenyum simpul. Dan segera kembali ke lamunannya. Fin bagai menemukan dunianya saat tercenung menatap lautan luas.
Saat matahari sudah mulai berwarna oranye. Mereka kembali ke rumah.

**

Esok paginya, Kiko bangun seperti hari-hari biasanya. Namun ada yang berbeda dengan meja tempat makannya hari ini. Ada sepucuk surat tergeletak di samping piringnya.
“Ini surat dari siapa, Ma?” tanya Kiko pada Mamanya.
“Itu surat dari Fin, tadi pagi ia mengantarnya kesini.” Jawab Mamanya.
“Tumben sekali dia menulis surat.”
“Baca saja dulu. Siapa tahu penting. Tadi pagi ia terlihat begitu terburu-buru. Raut mukanya juga seperti sedang sedih gitu, Ko.”
“Kalo gitu Kiko ke kamar dulu deh Ma.”
Kiko berlari menaiki anak tangga rumahnya dan segera masuk ke kamar. Ia duduk di atas kasur dan perlahan-lahan membuka surat dari Fin.

Teruntuk Kiko, my bestie ;)
Maafkan aku tidak memberitahu kamu bahwa mulai hari ini aku pindah ke LN. Ayahku bekerja disana sekarang, sehingga aku sekeluarga harus ikut. Sebagai permohonan maafku, empat hari terakhir ini, aku ajak kau mempelajari persahabatan kita selama ini.
Aku bertanya padamu tentang benteng. Kenapa benteng? Benteng itu tempat yang kuat dan kokoh, Ko. Apa kamu pernah merasa berada di dalam benteng? Apakah kamu merasa pernah berada dalam sesuatu yang membuat kamu merasa terlindungi? Aku pernah Ko. Dan benteng itu kamu. Sahabat yang selama ini selalu ada di samping aku.

Lalu apa kamu tahu kenapa aku ajak kamu ke taman bunga? Taman bunga adalah hal yang aku sangat suka, dan kau tidak suka. Tapi kita tetap melaluinya bukan? Itu bukti kau mau menerima aku beserta kekurangan-kekurangan yang ada padaku.

Lalu apa kamu tahu kenapa aku ajak kamu naik gunung? Naik gunung adalah hal yang sangat kau suka, dan aku tidak suka. Tapi kita tetap menjalaninya bukan? Ini bukti aku mau menerima kamu beserta kekurangan-kekurangan yang ada padamu.

Lalu apa kamu tahu kenapa aku ajak kamu ke pantai di hari terakhir? Pantai adalah tempat yang kita berdua sukai.Tapi kita berbeda. Kau suka berenang disana sedang aku suka melamun disana. Itulah  tanda bahwa kekuranganmu dan kekuranganku akhirnya akan bersatu menjadi sebuah kesempurnaan.

Salam manis dari temanmu yang memang aneh dan selalu aneh,
Fin

Tak terasa air mata Kiko tak tertahan lagi dan akhirnya terjatuh. Ia tak pernah menyangka Fin yang kemarin masih berangkat ke pantai bersamanya kini telah pergi jauh dan entah kapan akan kembali.

0 komentar:

Post a Comment