Dec 24, 2011

Secarik Curhat

Hari ini bagi rapot. Semua orang tua di undang ke sekolah untuk menerima hasil "perjuangan" anaknya yang dititipkan ke sekolah selama satu semester ini. Perasaan tidak menentu, karena hasil rapot kali ini merupakan grafik terakhir perjuangan ke PMDK. Meningkat atau menurunnya nilai semester ini sangat berpengaruh. Aku sangat tidak suka seperti ini.

Aku gak masalah kalau nilai raport yang jadi acuan buat diterima ke Universitas, tanpa tes. Tapi nilai raport yang seperti apa dulu? Aku mau bilang nilai raport yang jadi acuan itu harusnya apa adanya aja. Bener-bener gimana kemampuan belajar kesehariannya. Bukan yang asal katrol. Tapi di sisi pikiran, hati, dan jiwa aku yang lain ya butuh juga. Mau bagaimana lagi?

Menyedihkan-

Suatu hari aku sedang mengubek-ubek data surat-surat dan dokumen penting di lemari. Waktu itu kalau tidak salah aku mau mencari ijazah SMP-ku. Tak sengaja aku menemukan buku tua yang masih terlihat segar *buah kalee*. Aku buka buku itu dan tereng tereng.. ternyata itu raport ibuku. Satu kata yang langsung terucap dari bibirku..
K.e.r.e.n..!
Apanya yang keren? Warnanya? Desainnya? Laa Laa Laa.. Bukan. Nilai? Yup, apalagi kalau bukan nilainya?

Takjub-

Disana masih ada nilai raport yang pakai TINTA MERAH. Betapa murninya nilai pada zaman ibuku. Semua di tulis apa adanya. Benar-benar sesuai kemampuan. Aku sedikit menyesal mengapa lahir lebih lambat. Hahaha. *jangan ditiru. Itu tindakan kurang bersyukur.*

Aku cemburu-

Apa yang aku cemburui? Tentu saja rasa puas yang menggelora itu. Rasa puas yang benar-benar puas saat usaha kita belajar selama ini tercatat dalam raport kita. Lima maka lima, tidak delapan. Dan sembilan maka sembilan, tidak tujuh. Mampu, ya mampu. Tidak, ya berusaha untuk mampu. Persaingan yang sportif. Dan aku cemburu.

0 komentar:

Post a Comment