Title inspired by one of my friend Anisa Nurafifah, hihi :D
Sesuai dengan judulnya, dalam postingan ini aku hendak bercerita tentang bagaimana aku berhijrah. Sebelumnya, mari kita berkenalan secara singkat dengan istilah hijrah ini.
Pasti para blogwalker muslim di sini sudah sering betul mendengar kata hijrah, dan setidaknya pasti tahu bahwa hijrah adalah saat di mana kita berpindah dari tempat kita berada ke tempat yang lebih baik. Hijrah dicontohkan pula oleh Rasulullah SAW. Pada saat itu, ketika Rasulullah memulai dakwah secara terbuka (terang-terangan) di Makkah, kaum kafir quraisy pun mulai memberi berbagai macam tekanan, siksaan, dan ancaman yang diarahkan kepada beliau SAW dan pengikut-pengikutnya. Oleh karena itu, Rasulullah memutuskan untuk berhijrah dari Makkah menuju Habsyah, Thaif, dan kemudian Madinah. Sebenarnya di samping alasan itu masih banyak alasan lain yang melatarbelakangi hijrahnya Rasulullah SAW bersama kaum muhajirin ke Madinah. Tentu saja, dari hijrah itu Rasulullah SAW mengharapkan kebaikan bagi ummatnya.
Cerita hijrahku kali ini bukan cerita berpindahnya aku dari suatu kota ke kota lain. Cerita hijrah yang hendak aku bagikan adalah bagaimana aku memulai menghijabkan diri, memulai menutup kepala dan menutup aurat dengan bertahap mengharap dapat menuju kesempurnaan.
Kalau tak salah ingat, saat itu aku kelas 1 SMA. Suatu sore aku sedang khidmat menonton televisi yang sedang jam-jamnya menyiarkan berita (FYI, dulu aku sangat suka nonton berita. Namun semakin lama aku semakin tak suka dengan isi berita yang sudah tak lagi terpercaya, isi berita sudah timpang di sana sini, dan sarat dengan aroma kepentingan suatu kubu). Aku ingat betul pada saat itu adalah segmen terakhir berita yang menyampaikan berita-berita ringan. Salah satu berita yang disiarkan, dan merupakan berita yang punya andil besar dalam hijrahnya seorang Naura Agustina. Berita itu tentang seorang bayi yang tengah berada dalam kereta bayinya yang didorong oleh sang ibu menuju peron stasiun. Sesampainya di peron, si ibu menghentikan laju kereta bayi dan melepaskannya. Si ibu tak sadar bahwa posisi peron stasiun itu miring sehingga ketika melepaskan kereta bayinya, kereta bayi yang masih terdapat bayi di dalamnya itu berjalan sendiri dan terjatuh tepat ke tengah-tengah rel kereta. Pada saat itu juga, di rel yang terdapat kereta bayi tersebut terdapat sebuah kereta api yang melaju kencang, tak sempat orang-orang di sekitar peron berusaha menyelamatkan sang bayi, BLASSSSSSSSSSSSSSSSSS kereta bayi pun tergilas. Aku tersentak bukan main. Mulut menganga, terkejut, ngeri, kasihan, semua bercampur baur pada saat itu. Tapi ternyata, setelah kereta api lewat, kereta bayi masih dalam kondisi baik-baik saja. Setelah diperiksa, sang bayi di dalamnya pun masih hidup dan dalam kondisi baik-baik saja. Satu hal yang aku pahami dari berita ini, bahwa ada kekuatan Maha Dahsyat yang hanya dengan kun fayakun maka segala yang dikehendaki akan terjadi. Kecil sekali probabilitas si bayi itu bisa selamat. Namun ketika Dzat itu berkehendak selamat, maka bayi itu bisa selamat. Saat itu juga aku merasa bahwa Allah itu dekat, amat dekat.
Belum selesai aku memaknai isi berita itu, BHAMMMMMMMMMMMMMMMMMMM! sebuah suara keras terdengar dari depan rumahku, Aku bergegas ke luar rumah, begitu pun ibu dan nenekku. Semua berlari ke luar rumah hendak mencari tahu dari mana suara itu berasal. Ternyata,pada saat itu sebuah mobil sudah dalam posisi menabrak tembok pondasi masjid di depan rumah (masjid di depan rumahku posisinya lebih tinggi daripada jalan, sehingga pondasinya pun tinggi). Kondisi mobil hancur di bagian depan. Setelah diperiksa ternyata mobil tersebut sempat menabrak bagian samping rumahku sehingga tower yang berisi toren air di samping rumahku hancur berantakan. DEG! Hatiku yang baru saja tenang dari tragedi sebelumnya, kini kembali berkecamuk. Sebuah tragedi kecelakaan yang terjadi dekat rumah ini cukup membuat aku merinding tanpa ampun. Oh Tuhan, ternyata kematian pun amat dekat jaraknya. Siapapun di manapun berumur berapapun dapat mati jika memang sudah ajalnya. Harta dan takhta tak dibawa serta ketika mati tiba. Apalah yang dibawa selain amal?
Jauh sebelum hari itu, aku pernah mengikuti suatu tabligh akbar dekat rumah yang membahas tentang siksa bagi seorang wanita yang tak memakai hijab. Salah satu siksanya yaitu digantung dengan rambutnya di neraka, dan banyak lagi siksa yang amat mengerikan lainnya. Entah sudah sekeras apa hati ini, hal itu tak jua membuat aku berkeinginan untuk berubah.
Namun pada sore itu, dua fenomena tersebut berhasil membuat aku jauh lebih mengenal Sang Khalik. Saat itu juga aku tergerak untuk mulai berhijab. Aku tak mau jikalau sampai ajalku tiba, aku masih dalam kondisi belum berhijab. Aku tak bisa lagi menunda, karena aku tahu tak ada satupun manusia yang mampu menjamin bahwa hari esok aku masih berada di muka bumi.
0 komentar:
Post a Comment